Selasa 20 Jul 2021 05:10 WIB

Hukum Memotong Rambut dan Kuku Bagi Sohibul Qurban

Ritual qurban harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya.

Red: Ani Nursalikah
Hukum Memotong Rambut dan Kuku Bagi Sohibul Qurban
Foto:

Jika anggota tubuh yang akan dihilangkan itu sunnah hukumnya untuk dihilangkan

Hal ini seperti dalam kasus khitan anak kecil yang belum baligh. Maka hukumnya adalah sunnah. Hal ini dijelaskan oleh Imam Khatib dalam Mughni,

وما كانت إزالته مستحبة كختان الصبي[9] .

Artinya: “Dan dikecualikan dari kemakruhan tersebut Jika anggota tubuh yang akan dihilangkan itu sunnah hukumnya untuk dihilangkan seperti dalam kasus khitan laki-laki yang belum baligh.”

Orang yang sedang berihram untuk haji atau umrah

Adapun hukum memotong rambut atau kuku bagi mereka adalah haram. Karena hal tersebut merupakan hal-hal yang diharamkan dalam berihram. Hal ini dijelaskan oleh Imam Khatib,

أما المحرم فيحرم عليه إزالة الشعر والظفر[10]

Artinya: “Adapun orang yang sedang berihram maka haram baginya untuk memotong rambut dan kuku.”

Adapun selain keempat hal tersebut maka hukumnya makruh bila memotongnya. Jika tetap memotongnya meskipun mengetahui hukumnya makruh, maka kemakruhan tersebut akan tetap berlangsung hingga disembelihnya hewan kurban. Hal ini dijelaskan oleh Imam Ramli,

فإن خالف كره وتستمر الكراهة لمريدها إلى انقضاء زمن الأضحية [11]

Artinya: “Jika tetap memotongnya, maka kemakruhan tersebut akan tetap berlangsung hingga disembelihnya hewan kurban”

Jika sembelihan kurbannya banyak maka hilang kemakruhan tersebut dengan menyembelih hewan kurban pertama. Hal ini dijelaskan Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam Tuhfah,

ولو تعددت أضحيته انتفت الكراهة بالأول على الأوجه أيضا بناء على الأصح عند الأصوليين أن الحكم المعلق على معنى كلي يكفي فيه أدنى المراتب لتحقيق المسمى فيه [12]

Artinya: “Jika sembelihan kurbannya banyak maka hilang kemakruhan tersebut dengan menyembelih hewan kurban pertama karena kaidah ushul fikih yang paling benar yang mengatakan bahwasannya hukum yang digantungkan dengan makna universal maka dinyatakan cukup dengan pelaksanaan tingkatan terbawahnya untuk mewujudkan makna dari kata universal tersebut.” 

Kesunnahan ini sangatlah ditekankan bahkan Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah menghukumi haram jika memotongnya. Bahkan yang menariknya, jika kuku tersebut tidak dipotong dan terus dipelihara hingga kurban tahun depan maka tetap disunnahkan untuk tidak memotongnya. Imam Ibnu Qassim al-Abbadi dalam ‘Hasyiyah ‘Ala Tuhfah’ berkata,

تنبيه لو لم يزل نحو شعره بعد التضحية بل أبقاه إلى العام الثاني وأراد التضحية أيضا فظاهر أنه يسن له أن لا يزيله في عشر ذي الحجة من العام الثاني حتى يضحي خلافا لما توهم أنه لا يطلب ترك إزالته في العام الثاني لشمول المغفرة له في العام الأول فإن هذا فاسد لأنه زاد زيادة لم تشملها المغفرة وتجددت ذنوب في العام الثاني تحتاج للمغفرة على أن المغفرة في العام الأول غير قطعية[13]

Artinya: “Perhatian jika kuku tersebut tidak dipotong dan terus dipelihara hingga ingin kurban tahun di tahun setelahnya maka tetap disunnahkan untuk tidak memotongnya pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, pendapat ini berbeda dari pendapat yang menyatakan jika kuku tersebut tidak dipotong dan terus dipelihara hingga ingin kurban tahun di tahun setelahnya maka tidak disunnahkan karena kuku tersebut telah terliputi oleh ampunan pada tahun pertama maka sesunguhnya pendapat tersebut fasid karena kukunya bertambah panjang dan ada bagian yang belum terliputi ampunan pada tahun pertama maka dari itu dibutuhkan ampunan kembali karena ampunan di tahun awal juga belum pasti terwujud.”

Maka dari itu, mari kita bersama tegakkan sunnah berkurban termasuk menahan diri dari memotong sesuatu dari anggota badan pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhujjah ini. Karena dengan ittiba’ Rasulullah SAW kita dapat menegakkan syari’atnya dan mendapat mahabbahnya hingga kita diberi syafaatnya kelak. Masihkah ingin memotong kuku dan rambut? Wallahua’lambishawab

-----

[1] Imam Muhyiddin Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Maktabah al-Irsyad, Jeddah, t.t., jilid 8, hlmn. 364.

[2] Imam al-Khatib asy-Syirbini, Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifati Ma’ani al-Minhaj; Dar al-Ihya wa at-Turats, Beirut juz 6, hlm.163.

[3] Ibid.

[4] Ibid.

[5] Syekh Abdul Hamid asy-Syarwani dan Syekh Ahmad bin Qasim al-‘Abbadi, Hawasyi Syarwani wa Ibn Qasim al-‘Abbadi ‘ala Tuhfah al-Muhtaj bisyarh al-Minhaj; Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut, 2007, Juz 12 hlm. 250-251.

[6] Syekh Sa’id bin Muhammad Ba’ishn, Busyra al-Karim, Dar al-Minhaj, Jeddah, 2008, hlm. 697.

[7] Imam Syamsu ad-Din Muhammad bin Ahmad ar-Ramli, Nihayat al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj, Dar al-Fikr, Beirut, 2009, jilid 8, hlm. 152.

[8] Imam al-Khatib asy-Syirbini, Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifati Ma’ani al-Minhaj; Dar al-Ihya wa at-Turats, Beirut juz 6, hlm.163.

[9] Ibid.

[10] Ibid.

[11] Imam Syamsu ad-Din Muhammad bin Ahmad ar-Ramli, Nihayat al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj, Dar al-Fikr, Beirut, 2009, jilid 8, hlm. 152.

[12] Ibid.

[13] Syekh Abdul Hamid asy-Syarwani dan Syekh Ahmad bin Qasim al-‘Abbadi, Hawasyi Syarwani wa Ibn Qasim al-‘Abbadi ‘ala Tuhfah al-Muhtaj bisyarh al-Minhaj; Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut, 2007, Juz 12 hlm. 252.

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَيَقُوْلُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَوْلَا نُزِّلَتْ سُوْرَةٌ ۚفَاِذَآ اُنْزِلَتْ سُوْرَةٌ مُّحْكَمَةٌ وَّذُكِرَ فِيْهَا الْقِتَالُ ۙرَاَيْتَ الَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَّرَضٌ يَّنْظُرُوْنَ اِلَيْكَ نَظَرَ الْمَغْشِيِّ عَلَيْهِ مِنَ الْمَوْتِۗ فَاَوْلٰى لَهُمْۚ
Dan orang-orang yang beriman berkata, “Mengapa tidak ada suatu surah (tentang perintah jihad) yang diturunkan?” Maka apabila ada suatu surah diturunkan yang jelas maksudnya dan di dalamnya tersebut (perintah) perang, engkau melihat orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit akan memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan karena takut mati. Tetapi itu lebih pantas bagi mereka.

(QS. Muhammad ayat 20)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement