REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan, menilai amendemen Undang-Undang Negara Republik Indonesia 1945 sulit terjadi. Zulkifli mengatakan, wacana amendemen UUD 1945 sebelumnya sudah pernah muncul saat dirinya menjabat sebagai Ketua MPR
"Sulit, enggak ada itu, amendemen itu sulit terjadi saya kira," kata Zulkifli di Rumah PAN, Selasa (31/8).
Zulkifli mengatakan pada saat dirinya menjabat sebagai ketua MPR, amendemen disepakati hanya pada Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Hal tersebut berbeda dengan periode saat ini yang dinilai telah mengalami perkembangan.
"Sekarang perkembangan luar biasa, DPD pengen lain macam-macam gitu, saya kira kalau seperti ini sulit terjadi, karena pada masa itu bisa amendemen kalau isunya cuma satu yaitu PPHN, jadi kalau perubahan besar teman-teman partai lain nggak akan setuju, dan ingat itu kan 3/4, harus partai besar ikut," ujar pria yang kini menjabat sebagai wakil ketua MPR tersebut.
Sebelumnya Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) bersama pimpinan MPR lainnya menemui Presiden Jokowi, di Istana Bogor, Sabtu (14/8) lalu. Dalam pertemuan itu, ia menegaskan amendemen terbatas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 tidak akan menjadi bola liar ataupun membuka kotak pandora. Khususnya, terkait perubahan perpanjangan masa jabatan presiden dan dan wakil presiden menjadi tiga periode.
Baca juga : Zulkifli Hasan: Sikap Politik PAN Kritis Tetapi Solutif
"Kekhawatiran itu justru datang dari Presiden Joko Widodo. Beliau mempertanyakan apakah amendemen UUD NRI 1945 tidak berpotensi membuka kotak pandora sehingga melebar, termasuk mendorong perubahan periodesasi presiden dan wakil presiden menjadi tiga periode. Saya tegaskan kepada Presiden Jokowi, sesuai dengan tata cara yang diatur di Pasal 37 UUD NRI 1945 sangat rigid dan kecil kemungkinan menjadi melebar," kata Bamsoet dalam keterangan tertulisnya yang sudah dikonfirmasi, Ahad (15/8) lalu.