REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI menyebutkan sepanjang 2020 menerima 19 pengaduan terkait dengan kasus pembela HAM yang terjadi pada berbagai daerah di Tanah Air. "Jumlah ini tidak lebih baik dari situasi kasus pembela HAM di tahun-tahun sebelumnya," kata Koordinator Sub Komisi Penegakan HAM Komnas HAM Hairansyah, Selasa (7/9).
Pada 2016, Komnas HAM memberikan perhatian khusus terhadap 11 peristiwa pelanggaran atau serangan terhadap pembela HAM yang terjadi selama kurun waktu 2012 hingga 2015. Pelanggaran atau serangan terhadap pembela HAM tersebut, meliputi defamasi, kriminalisasi, pemberangusan serikat, serangan atau kekerasan fisik, pembubaran kegiatan hingga penembakan.
Secara umum, pembela HAM secara nyata berpartisipasi dan berkontribusi memajukan HAM di Indonesia, baik di tataran kebijakan maupun implementasi. Para pembela HAM ikut menyumbang dalam bentuk pendampingan korban, pemberdayaan dan pengorganisiran komunitas, peningkatan kesadaran publik serta kampanye HAM.
Kemudian kelompok tersebut juga ikut aktif dalam hal peliputan, pemantauan, dokumentasi peristiwa pelanggaran HAM, perlindungan saksi atau korban pelanggaran HAM, hingga melakukan perubahan hukum dan kebijakan serta berbagai bentuk kontribusi pemajuan HAM lainnya.
Kendati demikian, situasi para pembela HAM sampai saat ini masih sangat memprihatinkan terutama para perempuan pembela HAM yang memiliki keunikan terkait identitas gender. "Mereka kerap mengalami pelanggaran, ancaman, atau serangan yang menyasar tubuh atau identitas perempuannya," kata dia.
Senada dengan itu, Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini menyebutkan sebanyak 87 kasus kekerasan dan serangan terhadap perempuan pembela HAM terjadi sepanjang 2015 hingga 2021. DKI Jakarta merupakan provinsi tertinggi dengan pengaduan sebanyak 33 kasus, kemudian Jawa Timur sembilan kasus serta Maluku dan Aceh masing-masing tujuh kasus.
Isu-isu yang diadvokasi oleh para perempuan pembela HAM, antara lain kasus KTP, isu konflik sumber daya alam/agraria, dan isu buruh termasuk buruh migran. Jika dibandingkan 2019, kasus kekerasan dan serangan pada perempuan pembela HAM naik dari lima kasus menjadi 36 kasus selama periode 2020. "Kenaikan kasus kekerasan menunjukkan semakin rentannya posisi perempuan pembela HAM dalam menjalankan aktivitasnya," ujarnya pula.