REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid, menanggapi soal polemik penambahan masa jabatan presiden terkait rencana amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Menurut Hidayat isu tersebut sudah berakhir.
"Menurut kami sudah case closed," kata Hidayat dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (11/9).
Namun demikian politikus PKS itu mengatakan sampai saat ini masih ada saja pihak yang mendorong agar isu tersebut terus muncul di publik. Kendati demikian dia tidak merinci siapa pihak tersebut.
"Kalau menurut saya case closed, menurut bang Fadjroel case closed, tapi yang mengompori ada saja. Tapi yang jelas kalau rujukan konstitusi dan semangat reformasi mestinya sudah case closed," ujarnya.
Ketua MPR periode 2004-2009 tersebut menjelaskan bahwa yang merencanakan amandemen UUD 1945 bukanlah pimpinan MPR. Pimpinan MPR hanya menindaklanjuti rekomendasi dari MPR periode sebelumnya. Fraksi PKS sendiri setuju terhadap rencana menghadirkan pokok-pokok haluan negara (PPHN) tanpa melalui amandemen.
"Sebetulnya yang merencanakan bukan MPR, yang di luar MPR itu yang ramai-ramai mengusulkan perpanjangan masa jabatan presiden, meributkan masalah amandemen, GBHN bisa menjadi pintu masuk untuk perpanjangan masa jabatan presiden. Itu kan bukan dari MPR, itu dari publik termasuk media," ucapnya.
Hidayat mengatakan terkait PPHN sampai saat ini masih dalam kajian. Kajian tersebut ditargetkan selesai akhir 2021.
"Apapun bentuk selesainya itu bisa saja seperti dalam bentuk rekomendasi sebelumnya, ada dalam bentuk amandemen, ada yang setuju dengan TAP MPR, ada yang tidak setuju dengan amandemen tapi melalui penguatan UU, ada juga varian baru dari DPD, mereka menyetujui amandemen bila penguatan DPD disetujui, itu kan varian baru lagi," jelasnya.
"Sementara untuk menyetujui usulan DPD itu permasalahan yang tidak mudah karena saya yakin fraksi di DPR tidak akan begitu saja menyetujui. Jadi sampai hari ini masih sebatas pengkajian," imbuhnya.