Kamis 14 Oct 2021 00:14 WIB

Amendemen UUD Dinilai akan Timbulkan Tumpang Tindih Regulasi

MPR dimintanya untuk menyerap aspirasi semua pihak soal wacana amendemen UUD.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
MPR RI selaku lembaga yang berkewenangan mengamandemen UUD 1945 (ilustrasi)
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
MPR RI selaku lembaga yang berkewenangan mengamandemen UUD 1945 (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Panitia Ad Hoc I BP-MPR yang melakukan amendemen UUD 1945 pada 1999–2004, Jakob Samuel Halomoan Lumban Tobing menyoroti wacana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang digulirkan oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet. Menurutnya, prosesnya nanti akan berpotensi menimbulkan tumpang tindih regulasi.

"Ada ketidakjelasan yang justru mengundang tanya dari saya, maksudnya amendemen untuk PPHN itu apa? Berpotensi ada tumpang tindih regulasi," ujar Jakob dalam diskusi daring, Rabu (13/10).

Baca Juga

Diketahui, Bamsoet berencana menghidupkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) lewat proses amandemen UUD 1945. Jakob menjelaskan, mekanisme dan tata cara perubahan UUD diatur pada Pasal 37 UUD 1945 dan Peraturan MPR RI Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Tertib MPR RI.

Usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan kepada pimpinan MPR oleh sekurang-kurangnya sepertiga dari jumlah anggota MPR atau 237 anggota. Usulan perubahan diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah, beserta alasannya.

"(Amendemen UUD) bisa bawa persoalan, ada pertentangan, mempertanyakan kesepakatan dasar kita terhadap pembukaan. Kalau PPHN menjadi TAP, pertanyaannya apakah nanti akan ada lagi TAP, kedudukan hukumnya di mana?" ujar Jakob.

Amendemen UUD 1945, kata Jakob, menggunakan pola pikir secara sistem keseluruhan. MPR dimintanya untuk menyerap aspirasi semua pihak sebelum benar-benar ingin menghidupkan kembali PPHN.

"Isu amendemen berarti politis? Dalam melakukan amendemen harus ada keterbukaan. Usul amendemen ini beneran atau hanya umpan? Tolong hati-hati soal amendemen," ujar Ketua Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) periode 1999 itu.

Dalam forum diskusi yang sama, Wakil Ketua MPR Fraksi Partai Nasdem Lestari Moerdijat mengatakan, amendemen UUD 1945 bukan merupakan sesuatu yang tabu dan dilarang. Namun, wacana tersebut diharapkannya tak dijadikan komoditas politik segelintir pihak.

"Fraksi Nasdem tidak menginginkan amendemen jadi komoditas politik. Sesuai arahan dengan pimpinan partai, Fraksi Nasdem MPR melaksanakan tugasnya untuk membuka seluas-luasnya semua saluran," ujar wanita yang akrab disapa Rerie itu.

Ia menjelaskan, menghidupkan PPHN melalui amendemen UUD 1945 merupakan sesuatu yang diwariskan oleh MPR periode 2014-2019. Namun ia menjelaskan, keadaan pandemi Covid-19 menjadikan wacana tersebut perlu dipertimbangkan kembali realisasinya.

"Amendemen apakah tepat kalau kita sekarang disibukkan dan kemudian berkutat di dalam berbagai macam perdebatan yang meruncing kepada perdebatan yang kurang kondusif. Jawabannya ada pada kita semua," ujar Rerie.

Baca juga : Aksi Smackdown Disebut karena Polisi Gagal Tahan Emosi

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement