REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai transformasi perbankan menjadi hal penting di tengah era digital. Hal ini didukung adanya ekosistem perbankan yang sudah mengalami perubahan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan transformasi digital sektor keuangan didorong oleh dua hal. Pertama, didorong oleh digital opportunity.
Jika melihat data, Herry menjelaskan, kehadiran e-commerce di Indonesia merupakan tempat terbesar di ASEAN dan diprediksi 124 miliar dolar AS pada 2025. Kemudian, adanya digital transaction yang meningkat dengan volume transaksi tumbuh 41,53 persen year-on-year (yoy) dan nilai transaksi tumbuh 13,9 persen (yoy) pada Desember 2020.
Lalu, bonus demokrasi dengan potensi pasar sebanyak 270 juta jiwa. Adapun potensi ini didapatkan dari Generasi Y dan Generasi Z, yang masing-masing sebesar 25,87 persen dan 21,88 persen.
“Adanya bonus demografi yang menguntungkan kita, menjadi pasar yang sangat bagus bagi perkembangan kita,” ujarnya saat webinar seperti dikutip Senin (25/10).
Pada Oktober 2021, terdapat 106 peer to peer (P2P) Lending atau fintech dan 59 penerbit uang elektronik serta terdapat 89 Penyelenggaraan IKD yang tercatat OJK pada Desember 2020.
Kedua, digital behavior sudah mulai marak. Heru menjelaskan hal ini terlihat dari peningkatan pada pemakaian mobile phone, laptop, tablet, dan smartwatch.
Tak berhenti di sana, survei juga membuktikan waktu yang dihabiskan seseorang untuk mengecek internet atau melakukan aktivitas internet, yakni delapan jam per hari.
“Ini menandakan bahwa dua hal ini, yakni dorongan dari digital opportunity dan digital behavior sangat memengaruhi bagaimana nanti peluang-peluang ini akan diambil oleh perbankan kita, agar perbankan nanti bisa diakses selama 24 jam dengan sangat mudah oleh para nasabah dan konsumen,” jelasnya.