Selasa 04 Jan 2022 08:30 WIB

Pemerintah Dinilai Belum Berpihak kepada Buruh Soal Ciptaker

Presiden PKS nilai pemerintah belum berpihak pada buruh soal Ciptaker.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Bayu Hermawan
Presiden PKS Ahmad Syaikhu
Foto: ANTARA/M Agung Rajasa
Presiden PKS Ahmad Syaikhu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dinilai belum berpihak kepada buruh terkait Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Pemerintah diminta segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti (Perppu) untuk mencabut UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

"Perppu itu perlu dikeluarkan agar kekacauan yang terjadi selama ini bisa di selesaikan," kata Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu dalam keterangan, Senin (3/1).

Baca Juga

Hal tersebut menjadi catatan akhir tahun pada bidang ketenagakerjaan bagi PKS. Syaikhu berpendapat, setelah UU Cipta Kerja disahkan kemudian dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) banyak terjadi gejolak terutama dikalangan buruh.

Ketua Bidang Ketenagakerjaan PKS, Martri Agoeng mengatakan, kondisi buruh yang semakin hari semakin memprihatinkan. Hal ini, sambung dia, ditandai dengan jaminan keselamatan kerja bagi buruh yang semakin tidak jelas, bahkan PHK terjadi dimana-mana.

"Dan dampaknya sangat berpengaruh dalam kehidupan bernegara, karena hal itu berdampak pada pendapatan dan pertumbuhan ekonomi," katanya.

Menurutnya, dampak disahkannya UU Ciptaker langsung dirasakan oleh buruh, seperti jaminan penghasilan bagi buruh yang tidak berkeadilan serta keselamatan buruh yang semakin terabaikan. Begitu juga dengan, terjadinya penurunan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan dan disisi lain PHK terjadi dimana-mana serta berdampak pada naiknya angka kemiskinan.

"Seharusnya hal ini menjadi tanggungjawab Negara yang harus dilesesaikan," kata Martri.

Dia melanjutkan, banyaknya permasalahan yang menimpa para Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang belum diselesaikan dengan baik oleh pemerintah. Martri menjelaskan, banyak masyarakat bekerja keluar negeri bukan karena keinginan tetapi ada keterpaksaan yang disebabkan oleh lapangan pekerjaan didalam negeri yang sangat sedikit kalaupun ada gaji yang ditawarkan tidak layak.

"Harus ada regulasi UU yang mampu memberikan perlindungan secara menyeluruh kepada PMI yang meliputi dari sebelum keberangkatan, ketika penempatan dan kemudian saat kembali lagi ke tanah air, sehingga PMI merasa tenang dalam bekerja," ungkapnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement