Jumat 21 Jan 2022 00:49 WIB

OJK Luncurkan Taksonomi Hijau Dorong Ekonomi Hijau

Taksonomi Hijau disusun mengkaji 2.733 klasifikasi sektor dan sub-sektor ekonomi

 Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan OJK meluncurkan Taksonomi Hijau untuk mendukung pengembangan ekonomi hijau. (ilustrasi).
Foto: dok bei
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan OJK meluncurkan Taksonomi Hijau untuk mendukung pengembangan ekonomi hijau. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan OJK meluncurkan Taksonomi Hijau untuk mendukung pengembangan ekonomi hijau.

"Taksonomi Hijau disusun dengan mengkaji 2.733 klasifikasi sektor dan sub-sektor ekonomi, dimana 919 di antaranya telah dikonfirmasi oleh kementerian terkait," kata Wimboh dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2022 sekaligus Peluncuran Taksonomi Hijau yang dipantau di Jakarta, Kamis (20/1/2022).

Baca Juga

Peluncuran Taksonomi Hijau oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadikan Indonesia salah satu negara di dunia yang telah memiliki standar nasional sektor ekonomi hijau, sebagaimana China, Uni Eropa, dan ASEAN. Taksonomi Hijau yang tercakup dalam Sustainable Finance Tahap Kedua tahun 2021-2025 untuk sektor jasa keuangan akan menjadi pedoman bagi penyusunan kebijakan baik pemberian insentif maupun disinsentif dari berbagai Kementerian dan Lembaga (K/L) termasuk OJK.

Penyusunan Taksonomi Hijau merupakan bagian dari kebijakan pemerintah untuk memenuhi target Perjanjian Paris guna mengurangi emisi karbon hingga 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030. Adapun Taksonomi Hijau akan menjadi dasar bagi pemerintah untuk mengklasifikasi sektor dan subsektor usaha yang ramah lingkungan, kurang ramah lingkungan, dan tidak ramah lingkungan.

Sebelumnya Wimboh berharap Taksonomi Hjau juga dapat membuat produk asal Indonesia berdaya saing tinggi dengan produk dari negara lain yang dinilai lebih ramah lingkungan. Pasalnya, dengan tidak memenuhi standar ramah lingkungan internasional, produk asal Indonesia dapat terhambat untuk memasuki suatu negara atau mengalami diskriminasi.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement