REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR mengusulkan penambahan anggaran untuk Badan Narkotika Nasional (BNN). Namun, BNN diminta lebih serius memburu para bandar narkoba yang dinilai sebagai cara paling efektif dalam pemberantasan peredaran barang haram tersebut di Tanah Air.
“Bagaimana mungkin BNN disuruh perang lawan naroba kalau anggarannya dikasih seadanya. Ini BNN disuruh perang beneran atau disuruh perang-perangan. Pemerintah harus lebih serius memperhatikan BNN kalau mau BNN serius perang terhadap narkoba,” kata anggota Komisi III DPR Heru Widodo dalam rapat kerja dengan Badan Narkotika Nasional (BNN), Kamis (20/1/2022).
Dia mengatakan, maraknya publik figur yang terjerat narkoba menjadi indikator tingginya penyalahgunaan narkoba di tengah masyarakat. Apalagi saat ini kian banyak dijumpai kasus penyalahgunaan narkoba yang menjerat anak usia remaja di Indonesia. Situasi penyalahgunaan narkoba ini kerap membuat Indonesia disebut mengalami kondisi darurat narkoba.
“Kami sepakat dengan pandangan jika saat ini terjadi darurat narkoba di negeri ini. Oleh karena itu perang terhadap narkoba juga harus dilakukan dengan serius. Salah satunya dengan ketersediaan personel dan anggaran yang memadai,” katanya.
Ketua Umum Gemasaba ini pun meminta agar aparat BNN meningkatkan aksi penindakan terhadap dugaan penyalahgunaan narkoba. Pihak-pihak yang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba ini harus ditindak tegas terutama para bandar dan kurir. Menurut Heru, penindakan BNN selama ini masih berkutat pada pengguna atau bahkan hanya korban peredaran narkoba.
"Meski hal ini tentu kami apresiasi, tapi kami harap BNN juga harus segera menyikat dan menangkap bandar atau pernyalur narkoba tersebut," ujar politikus PKB ini.
Jaringan bandar narkoba di kalangan artis dan selebriti, kata Heru, semestinya telah diketahui oleh BNN. Namun, ia melihat belum ada keseriusan menindak bandar-bandar tersebut.
"Jangan sampai pula muncul persepsi masyarakat, ini sengaja. BNN dan kepolisian sudah tahu nama-nama yang akan jadi giliran ditangkap. Yang ditangkap hanya pengguna tapi bandarnya masih dibiarkan. Padahal kalau benar BNN juga sudah mendeteksi jaringan bandar ini, segera tangkap, Pak. Ini cara kita memutus peredaran narkoba," ujar dia.
Selain jaringan bandar narkoba di kalangan artis, Heru menambahkan, keseriusan BNN menindak para bandar menjadi cara efektif agar peredaran narkotika dapat diberantas. Termasuk para bandar narkoba di berbagai lapas di Indonesia.
“Sebab tidak mungkin terjadi pesta narkoba di lapas, seperti yang terjadi di Lapas Riau, kalau tidak ada pemasok dan bandar yang mengendalikan peredaran itu. Ini harus jadi perhatian dan koordinasi antar lembaga," ujar dia.
Kepala BNN Petrus Reinhard Golose mengatakan, kasus narkotika itu bersifat victimless crime. "Jadi dialah pelakunya, dialah korbannya. Sehingga kita harus atur, biar tidak juga nantinya menjadi modus bahwa 'saya ini adalah pengguna saya harus direhabilitasi'," ujar Petrus dalam kesempatan yang sama.
BNN dan lembaga penegak hukum, kata Petrus, berusaha untuk merehabilitasi para pengguna narkoba. Pasalnya, hampir 70 persen lapas berisi tahanan kasus narkotika, baik itu pengguna atau pengedar.
"Sehingga kita semangatnya sekarang bagaimana bukan memenjarakan, tapi semangatnya adalah menolong," ujar Petrus.
Menurutnya, hal ini menjadi dilema hukum bagi pemberantasan narkoba di Indonesia. Karena adanya batas yang tipis antara tersangka dan korban dalam kasus narkotika, terutama bagi mereka yang berstatus pengguna.
"Karena ini kembali lagi pada rezim hukum, jadi ini memang dilema dan ini terjadi di seluruh dunia, berkaitan dengan victimless crime," ujar Petrus.