Jumat 11 Mar 2022 05:32 WIB

Peneliti LSI Denny JA: Penundaan Pemilu Berpotensi Picu Kerusuhan di Masyarakat

Hingga kini, tak ada tanda-tanda kegentingan atau kedaruratan untuk menunda pemilu.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Andri Saubani
Peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa.
Foto: Republika/Prayogi
Peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA Ardian Sopa mengatakan ada empat alasan mengapa isu penundaan pemilu dan presiden tiga periode, berpotensial layu sebelum berkembang. Salah satunya kekhawatiran akan munculnya kerusuhan sosial di dalam masyarakat.

"Pertama, hal ini berpotensi melahirkan kerusuhan sosial dan penganjur penundaan pemilu dan presiden tiga periode akan dicap sebagai musuh rakyat dan pengkhianat reformasi. Memperpanjang periode kekuasaan tanpa alasan yang kuat akan segera menjadi isu kezaliman dan kesewenangan-wenangan. Di tengah kesulitan ekonomi, isu ini mudah menjelma menjadi kerusuhan sosial," katanya dalam konferensi pers secara virtual pada Kamis (10/3/2022).

Baca Juga

 

Kemudian, ia melanjutkan tidak ada alasan kuat dan darurat untuk mengubah amanah reformasi dan prinsip demokrasi yang sudah pula menjadi aturan konstitusi dalam UUD 1945. Sudah menjadi konsensus nasional pasca reformasi dan tertuang dalam konstitusi bahwa pemilu dilaksanakan lima tahun sekali dan presiden dipilih paling banyak dua periode (UUD 1945 Pasal 7 dan Pasal 22E ayat 1).

 

Ia menambahkan, pemilu dapat saja ditunda ataupun presiden dapat dipilih kembali untuk tiga periode jika ada alasan kuat dan darurat. Ada sejumlah alasan kuat seperti negara dalam keadaan perang, bencana alam nasional berskala besar dan luas sehingga membuat jaringan komunikasi porak-poranda, ataupun Indonesia dalam kondisi puncak pandemi di tahun pemilu 2024 yang tak memungkinkan untuk menyelenggarakan pemilu. 

 

"Namun, hingga saat ini, tak ada tanda-tanda kegentingan atau kedaruratan untuk menunda pemilu. Pandemi Covid-19 justru menunjukkan tren menurun. Perang ataupun bencana alam adalah kondisi yang tidak bisa diprediksi," kata dia.

 

Lalu, kursi partai politik yang menyatakan sikap menolak penundaan pemilu jauh lebih banyak dibandingkan dengan partai politik yang mendukung penundaan pemilu. Hanya dua partai politik yang secara terbuka menyatakan sikap mendukung penundaan pemilu yaitu PKB dan PAN. PKB memiliki 58 kursi di DPR RI, sementara PAN memiliki 44 kursi. 

 

Jika ditotal kedua partai ini hanya memiliki 102 kursi (17,7 persen di DPR). Sementara partai lainnya yang menolak penundaan pemilu memiliki 473 kursi (82,3 persen). Partai-partai tersebut antara lain; PDIP (128 kursi), Golkar (85 kursi), Gerindra (78 kursi), Nasdem (59 kursi), Demokrat (54 kursi), PKS (50 kursi), dan PPP (19 kursi).

 

Penundaan pemilu dan presiden tiga periode hanya akan terjadi jika parlemen (MPR RI) dapat melakukan sidang umum untuk mengamandemen pasal-pasal terkait. Dalam pasal 37 ayat 1 UUD 1945 diatur bahwa amandemen terhadap UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR jika diajukan sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR RI. 

 

Anggota MPR RI adalah seluruh anggota DPR RI dan DPD RI. Jumlah anggota DPR RI sebanyak 575 anggota. Anggota DPD RI sebanyak 136 anggota. Jadi total anggota MPR RI sebanyak 711 anggota. Artinya MPR RI baru akan mengagendakan sidang untuk perubahan UUD jika diusulkan minimal 237 anggota. 

 

"Dengan jumlah kursi PAN dan PKB sebanyak 102 kursi dan partai lainnya di DPR telah menolak wacana penundaan pemilu, kedua partai ini membutuhkan dukungan bulat seluruh anggota DPD RI yang berjumlah 136 anggota baru bisa mengusulkan sidang MPR untuk amandemen UUD. Tentunya bukan perkara mudah untuk menyatukan seluruh suara anggota DPD RI," kata dia.

 

Jika tidak memenuhi minimal dukungan untuk bisa menyelenggarakan sidang MPR RI, maka wacana penundaan pemilu dan presiden tiga periode akan layu sebelum berkembang. Dua wacana ini tak sempat divoting secara resmi di MPR untuk diamandemen, karena kekurangan pendukung.

 

Selain itu, publik luas menentang penundaan pemilu dan presiden tiga periode. Seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, hampir semua segmen pemilih, mayoritas menolak wacana penundaan pemilu dan presiden tiga periode. 

 

"Rata-rata nasional diatas 65 persen yang menolak gagasan penundaan pemilu. Dan rata-rata di atas 70 persen yang menentang gagasan presiden tiga periode. Jika gagasan ini diteruskan, dipastikan akan mendapatkan perlawanan yang keras dan militan dari publik luas," kata dia.

 

Survei LSI Denny JA ini digelar pada 23 Februari sampai 3 Maret 2022 dengan total 1.200 responden dari seluruh provinsi dengan metode sampling multistage random sampling. Survei dilakukan secara langsung atau tatap muka. Margin of error survei ini kurang lebih 2,9 persen.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement