Kamis 24 Mar 2022 19:07 WIB

Kasus Dugaan Penistaan Agama Pendeta Saifudin Naik ke Penyidikan

Tim penyidikan belum berhasil memastikan keberadaan Saifudin Ibrahim.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus raharjo
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo.
Foto: Dok Polri
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mabes Polri memastikan meningkatkan status penyelidikan kasus dugaan penistaan agama Islam yang dilakukan Pendeta Saifudin Ibrahim ke level penyidikan. Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal (Irjen) Dedi Prasetyo mengatakan, Direktorat Tindak Pidana (Dir Tipid) Siber Bareskrim sudah menerbitkan surat perintah penyidikan agar kasus tersebut berlanjut pada proses hukum penetapan tersangka.

Hal ini karena sudah ada bukti-bukti kuat untuk menjadi pidana. “Dit Siber sudah naikkan kasus SI (Saifudin Ibrahim) ke penyidikan,” ujar Dedi kepada Republika.co.id, Kamis (24/3/2022).

Baca Juga

Kata Dedi, surat perintah penyidikan kasus tersebut, terbit sejak Rabu (23/3/2022) kemarin. Namun begitu, kata Dedi, tim penyidikan di Dit Siber Polri, belum melakukan penangkapan ataupun penetapan tersangka terhadap SI. Sebab kata dia, sampai saat ini, tim penyidikan belum melakukan pemeriksaan terhadap Saifudin Ibrahim, pun klarifikasi.

Dikatakan Dedi, tim penyidikan, juga belum berhasil memastikan keberadaan Saifudin Ibrahim. Meskipun sudah diketahui pendeta asal Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) berada di Amerika Serikat (AS), tetapi tim penyidikan masih membutuhkan titik pasti. Sebab itu, kata dia, tim penyidikan juga terus berkordinasi dengan Federal of Bureau Investigation (FBI) AS, untuk memastikan keberadaan Saifuddin.

“Dit Siber terus berkomunikasi intens dengan FPI mengingat keberadaan yang bersangkutan (SI) ditengarai ada di luar negeri (AS),” kata Dedi.

Dugaan penistaan agama yang dilakukan Pendeta Saifudin Ibrahim ini terjadi pekan lalu, ketika ia menyampaikan terbuka, agar Kementerian Agama (Kemenag) menghapus 300 ayat suci dalam Alquran. Kata pendeta asal Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) itu, 300 ayat dalam kitab suci agama Islam itu, adalah menjadi penyebab suburnya paham radikalisme dan terorisme di Indonesia.

Saifudin Ibrahim juga mengatakan, pondok pesantren, dan madrasah yang ada di Indonesia merupakan lembaga pendidikan pencetak terorisme, dan radikalisme.

Pernyataan permintaan tersebut, ditayangkan Pendeta Saifudin Ibrahim via kanal media sosial (medsos) Youtube. Atas pernyataan tersebut, kalangan masyarakat mengecamnya.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan Saifuddin yang dulunya dikabarkan bergama Islam tersebut layak untuk dipolisikan. Kecaman, pun datang dari Menteri Kordinator Polhukam Mahfud MD. Pada Rabu (16/3/2022), lewat kanal Youtube Kemenko Polhukam, Mahfud MD, juga meminta agar Polri melakukan penegakan hukum terhadap Pendeta Saifudin Ibrahim.

Menurut Mahfud MD, ucapan Saifudin Ibrahim adalah contoh dari watak intelorensi di Indonesia. Mahfud mengatakan, ucapan Pendeta Saifudin Ibrahim tersebut dapat memicu kerusuhan publik, yang mengarah pada tindakan anarkistis. “Itu bikin gaduh itu. Bikin banyak orang marah. Saya minta kepolisian (Polri) menyelidiki itu,” kata Mahfud MD, Rabu (16/3/2022).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement