REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Tinggi Bandung memvonis mati predator Herry Wirawan. Menanggapi itu, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin), meminta semua pihak menghormati keputusan tersebut.
"Saya kira keputusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bandung perlu kita hormati bersama. Mungkin Majelis punya pertimbangan sendiri mengapa Herry layak dihukum mati," kata Cak Imin dalam keterangan tertulisnya, Selasa, (5/4/2022).
Cak Imin mengatakan keputusan Majelis Hakim tak lain sebagai upaya mewujudkan efek jera. Selain itu putusan tersebut juga diharapkan memberikan pembelajaran betapa bahayanya kekerasan seksual.
"Tujuan utamanya memberikan efek jera, tidak hanya untuk yang bersangkutan, tapi juga untuk orang lain yang ingin melakukan tindakan serupa sehingga kedepannya tidak ada lagi predator seksual yang melancarkan aksinya, siapapun dan dimanapun itu, apalagi di pesantren," ucap wakil ketua DPR RI bidang Korkesra tersebut.
Ia meminta agar semua pihak mengambil hikmah atas kejadian tersebut. Dirinya berharap agar kasus serupa tidak lagi terjadi di manapun, terutama di lembaga pendidikan seperti Pesantren.
"Kita ambil hikmahnya, yang jelas kekerasan seksual tidak dapat dibenarkan apapun dalihnya. Kita semua berharap kasus kekerasan dan pelecehan seksual tidak terjadi lagi di manapun, apalagi di Pesantren," ungkapnya.
Sebelumnya Majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung mengabulkan vonis hukuman mati terhadap pelaku pemerkosaan 13 santriwati Herry Wirawan. Ketua majelis hakim PT Bandung Herri Swantoro mengabulkan hukuman tersebut setelah Kejaksaan Tinggi Jawa Barat mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Bandung, yang menghukum predator tersebut pidana penjara seumur hidup.
"Menerima permintaan banding dari jaksa penuntut umum. Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati," kata Herri di Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (4/4/2022).
Dalam putusan itu, hakim memperbaiki sejumlah putusan PN Bandung. Herry juga diputuskan oleh hakim untuk tetap ditahan. Selain vonis mati, Herry juga diwajibkan membayar restitusi sebesar Rp 300 juta lebih.
Vonis itu menganulir putusan PN Bandung, yang sebelumnya membebaskan Herry dari hukuman pembayaran ganti rugi terhadap korban tersebut.
"Menimbang, bahwa majelis hakim tingkat pertama telah menjatuhkan putusan untuk membebankan restitusi kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, bahwa hal ini bertentangan dengan hukum positif yang berlaku," kata hakim.