REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Dunia sedang menghadapi dua masalah besar secara bersamaan yakni ancaman inflasi sebagai imbas pandemi Covid-19 serta dampak perang Rusia-Ukraina. Ada enam usulan untuk memperkuat ekonomi nasional menghadapi masalah global tersebut.
Hal ini diungkapkan Founder President University (PresUniv) sekaligus Chairman Grup Jababeka SD Darmono, Rektor PresUniv Chairy serta segenap civitas academica PresUniv saat webinar Economic and Social Development for a Resilient Indonesia.
Chairy mengatakan menghadapi masalah global tersebut, banyak negara memilih bersikap konservatif dalam mengalokasikan anggaran belanjanya.
“Meningkatnya inflasi pada hampir seluruh negara dunia membuat otoritas moneter mengambil kebijakan bertahan dari badai krisis yang bisa menjadi sangat parah. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis,” ujarnya, Senin (6/6/2022).
Chairy mengungkapkan pemerintah perlu melakukan sejumlah hal untuk mempertahankan perekonomiannya dari dua masalah besar dunia tadi.
Pertama, untuk memperoleh dana, termasuk devisa, guna pembiayaan pembangunan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerintah perlu mendorong ekspor.
"Yang diekspor bukan barang mentah, tetapi produk olahan atau barang jadi, yang nilai tambahnya lebih tinggi," kata dia.
Kedua, menggunakan produk dan jasa dalam negeri untuk mengurangi impor bahan baku. Adapun sektor-sektor yang sudah dapat ditangani oleh dan sumber daya manusia (SDM) Indonesia, penggunaan tenaga asing perlu dibatasi atau bahkan dilarang.
"Melalui penggunaan produk dan jasa dalam negeri, Indonesia dapat lebih menghemat devisa," kata Chairy.
Ketiga, gebrakan pembangunan properti murah bagi masyarakat antara lain, pemerintah menginisiasi gerakan membangun Sejuta Rumah yang seluruh bahan baku dan SDM-nya harus produk nasional.
Keempat, memberikan kredit properti (mortgage) dengan suku bunga rendah bagi masyarakat, dan kredit bagi perusahaan yang berorientasi produksi.
Guna mendukung kebijakan tersebut, perbankan diimbau untuk menurunkan target return on investment (ROI), net interest income (NII) dan net interest margin (NIM). "Dari sisi lain, Bank Sentral perlu mengimbangi dengan melonggarkan kriteria kesehatan dan kinerja perbankan," kata dia.
Kelima, lanjut Chairy, mengundang masuknya investasi asing lewat skema Foreign Direct Investment (FDI). Adanya langkah seperti itu, devisa akan masuk ke Indonesia, sehingga memperkuat posisi foreign reserve, seraya sekaligus menciptakan lapangan kerja baru. "Indonesia masih membutuhkan banyak lapangan kerja baru," kata Chairy.
Keenam, pemerintah secara bertahap dan terstruktur mulai mengendalikan investasi di pasar surat berharga, dan mengalihkan dananya investasi di sektor riil. Maka itu pemerintah perlu memberikan kemudahan bagi investor yang ingin menanamkan modalnya sektor, seperti insentif perpajakan dan berbagai fasilitas lainnya.