Senin 27 Jun 2022 15:04 WIB

Yang Membedakan Kasus Emirsyah Satar di Kejagung dan KPK

Emirsyah Satar kembali ditetapkan tersangka kasus dugaan korupsi di Garuda Indonesia.

Red: Andri Saubani
Terdakwa kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada Garuda Indonesia Emirsyah Satar saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (13/2). Kejagung juga menetapkan Emirsyah sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi di PT Garuda Indonesia. (ilustrasi)
Foto:

Dalam pengungkapan kasus ini, tim penyidikan di Jampidsus, lebih dulu menetapkan tiga tersangka awalan. Dua tersangka ditetapkan pada awal Februari 2022 lalu. Yakni, Agus Wahyudo (AW) yang ditetapkan tersangka selaku Eksecutive Project Manager Aircraft Delivery PT GIAA 2009-2014, dan Setijo Awibowo (SA), yang ditersangkakan terkait perannya selaku Vice President Strategic Management Office PT GIAA 2011-2012. Pada Maret 2022, penyidik menetapkan Albert Burhan (AB), selaku Vice President Treasury Management PT GIAA 2005-2012 sebagai tersangka.

Ketiga tersangka tersebut, sudah dalam penahanan Kejagung sejak berstatus tersangka. Pekan lalu, Selasa (21/6/2022), berkas penyidikan perkara tiga tersangka tersebut, sudah dinyatakan lengkap, dan dalam penyusunan dakwaaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk selanjutnya dilimpahkan ke pengadilan.

“Berkas perkara untuk tersangka AW, SA, dan AB, sudah dilakukan tahap dua (pelimpahan berkas dan tanggung jawab tersangka, serta barang bukti ke jaksa penuntut umum),” kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana, Selasa (21/6/2022).

Ketut menerangkan, dalam berkas perkara AW, SA, dan AB disebutkan kasus yang menjerat ketiga tersangka tersebut terjadi rentang periode 2011-2021. Disebutkan, kasus tersebut terkait dengan pengadaan 18 unit pesawat Sub 100 Seater tipe jet, berkapasitas 90 seat, dengan jenis bombardier CRJ 1000.

Dalam penyidikan, pengadaan kapal terbang itu, tak dilakukan sesuai perencanaan, dan tak melalui tahap evalusi, juga tak mematuhi prosedur pengelolaan armada (PPA) yang sudah ditetapkan oleh manajemen PT Garuda Indonesia.

Dalam perancanaan, dikatakan tersangka SA, selaku Vice President Strategic Management Office PT Garuda Indonesia, tak melakukan analisis pasar, dan tak melakukan perencanaan rute terbang dari jenis armada pesawat yang dibeli. Tersangka SA, juga dikatakan, tak melakukan laporan analisa tentang kebutuhan jenis pesawat apa yang sesuai dengan model bisnis penerbangan sipil PT Garuda Indonesia. Dalam pengadaan pesawat CRJ 1000 tersebut, pun menurut berkas penyidikan, dilakukan tanpa persetujuan dari para direksi PT Garuda Indonesia. 

“Tidak terdapat rekomendasi, dan persetujuan dari BOD (Board of Commisoners),” begitu kata Ketut.

Dikatakan juga, dari hasil penyidikan, inisial ES, dan H, selaku Direktur Utama, dan Direktur Teknik PT Garuda Indonesia, bersama tersangka AW, selaku Executive Project Manager Aircraft Delivery di PT Garuda Indonesia, dan tersangka AB, selaku Vice President Treasury Management PT Garuda Indonesia, dan tersangka SA, melakukan tinjauan dan evaluasi pengadaan secara sepihak. Namun melakukan penunjukan pemenang tender pengadaan CRJ 1000, tanpa melalui keputusan bersama direksi.

 

Selain pengadaan CRJ 1000, ketiga tersangka tersebut, juga disebut bertanggungjawab atas pengambilalihan pesawat jenis ATR 72-600 yang dianggap merugikan negara. Atas dugaan tersebut, menurut berkas penyidikan, tersangka AW, dan SA, serta AB, bakal didakwa dengan sangkaan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang (UU) 31/1999-20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Dan sangkaan Pasal 3 UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

 

photo
Garuda Indonesia Berhasil Menang Voting PKPU - (Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement