REPUBLIKA.CO.ID, BLOM M - Rafendi tampak sedang menata ulang beberapa buku di standnya Rabu (14/9) siang itu. Laki-laki 30 tahun itu baru saja melayani seorang pelanggan yang mencari buku desain grafis di standnya.
Pria asal Sibolga Sumatera Utara itu sudah 11 tahun menekuni pekerjaan sebagai pedagang buku. Dua tahun lalu, ia berjualan di Pasar Senen. Sejak 2009 hingga sekarang, dia menjajakan barang dagangannya di basement Blok M Square.
Berbagai macam buku ada di tempatnya, mulai dari buku-buku fiksi seperti novel dan komik, hingga buku ilmiah seperti kamus kedokteran. Buku-buku di situ umumnya barang baru. Harganya pun jauh lebih murah dibandingkan toko buku terkenal. Tidak hanya murah, tapi juga banyak yang bermutu.
Untuk novel 'Negeri 5 Menara' karya A. Fuadi misalnya, Refendi menjualnya seharga 20.000 rupiah. "Kalau beli di toko buku besar, harganya 55.000 rupiah," ujarnya. Novel filsafat karangan Jostein Gaarder, 'Dunia Sophie', bisa dibawa pulang seharga 30.000 rupiah. Dengan harga tersebut, pembeli bisa menghemat sekitar 20.000 rupiah.
Komik serial Petualangan Tintin cetakan 2011 dengan kualitas kertas 'hard paper' pun dijual murah, yaitu 23.000 rupiah saja. Di toko buku sekelas Gramedia, buku cerita detektif itu dibanderol dengan harga 43.000 rupiah.
Selain bacaan fiksi tersebut, buku-buku nonfiksi juga dijual dengan harga miring di basement Blok M Square. Kamus Besar Bahasa Indonesia yang harga resminya 350.000 rupiah, di situ bisa dibeli dengan 130.000 rupiah saja. Kamus Saku Kedokteran bisa dijual seharga 70.000 rupiah, 40 persen lebih murah dibandingkan harga resmi.
Buku-buku perkuliahan untuk berbagai disiplin ilmu juga mudah ditemukan di situ. Mulai dari filsafat, sastra, sains, teknik, ilmu komunikasi, dan ilmu-ilmu sosial, semuanya ada. Beberapa buku, kata Refendi, punya musim-musim tertentu untuk diburu pembeli. "Untuk sekarang ini, buku-buku kuliah termasuk paling banyak dicari,” katanya.
Buku-buku bertopik Islam juga banyak ditemukan di basement Blok M Square. Buku dengan topik agama itu, terang pedagang lainnya, Oley, biasanya menjadi barang obralan. "Peminatnya tidak sebanyak peminat buku-buku lainnya, sih," ungkap dia kepada Republika.