REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid
Direktur Jenderal Aptika Kementerian Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan pendataan sanksi bagi penyelenggara sistem elektronik (PSE) privat yang belum mendaftar mulai dilakukan pada 21 Juli. Batas waktu pendaftaran PSE ke Kemenkominfo sampai 20 Juli pukul 23.59 WIB.
"Batas waktu tanggal 20 Juli pukul 23.59. Lalu hari kerjanya tanggal 21 Juli kita review dan mulai proses," ujar Semuel dalam keterangan persnya di Kementerian Kominfo, Jakarta, Selasa (19/7/2022).
Semuel mengatakan, ada tiga tahapan sanksi yang diberikan kepada PSE hingga batas waktu tidak mendaftar, yakni mulai teguran tertulis, denda administratif hingga pemutusan akses atau pemblokiran. Saat ini, Kementerian Kominfo mulai melakukan pendataan terhadap PSE privat berdasarkan urusan trafik terbesar di Indonesia.
"Kita lihat ada niatan nggak, kita lihat yang trafik besar dulu, 100 trafik di Indonesia, lalu ke 1.000, baru 10 ribu. Kita data semua, sanksi itu hak prerogatif menteri, itu ada tahapannya dari tertulis, peringatan dan sanksi dan pemblokiran. 21 (Juli) itu besok sudah mulai kita surati," kata Semuel.
Namun, kata Semuel, sanksi terberat berupa pemblokiran PSE ini bersifat sementara. Jika PSE privat yang diblokir tersebut melakukan pendaftaran, maka pemblokiran otomatis dibuka.
"Semua pemblokiran terkait PSE itu semua sementara. Kalau mereka perbarui atau mendaftarkan ya kita cabut, itu normalisasi namanya. Begitu terdaftar, ya otomatis hilang di mesin pemblokiran," kata Semuel.
Semuel pun meyakini, PSE privat besar nantinya akan mendaftar mengikuti ketentuan perundangan di Indonesia. Sebab, Semuel menilai pendaftaran PSE privat ini hanya bersifat pendataan semata, bukan pengendalian terhadap konten dan sebagainya.
Dia mengatakan, pemerintah menilai penting pendataan PSE privat demi perlindungan masyarakat dan menjaga ruang digital Indonesia.
"Intinya kita tegas, dan ini adalah regulasi tata kelola bukan pengendalian supaya kita tahu siapa saja yang beroperasi di Indonesia. Saya rasa sih hanya perlu waktu dan kami sangat tegas untuk itu dan kami punya kemampuan untuk lakukan hal itu, kita juga pernah beberapa pernah blokir aplikasi," ujar Semuel.
Namun, kata Semuel, bagi PSE privat yang tetap enggan mendaftarkan PSE, merupakan kerugian bagi PSE tersebut. Semuel mengatakan, jika PSE privat besar menilai Indonesia sebagai pasar potensial mereka seharusnya mengikuti aturan yang berlaku.
"Kalau Indonesia sebagai potensional partner negara mereka beroperasi, ya mereka harusnya mendaftar dong, tidak membatasi berarti ada niatan lain dong mereka nggak mau mendaftar, mereka sudah bertahun-tahun dan berbisnis di Indonesia nggak mau daftar, saya rasa nggal mungkin, mereka nggak mendaftar dan mereka tau kita punya kemampuan untuk memblokir itu," lanjut Semuel.
Semuel juga menilai jika PSE privat tetap teguh tidak mendaftar, ada beberapa PSE privat lain yang bisa digunakan masyarakat. Menurutnya, jangan sampai ketergantungan masyarakat terhadap suatu platform membuat PSE itu tidak taat aturan.
"Jangan sampai karena dia (besar) tidak patuh, terus mereka disuruh daftar nggak mau, apakah mereka menghargai kita, dan saya tidak takut begitu mereka nggak ada, banyak anak-anak bangsa kita buka kesempatan, tetapi harapan kita tetap membuka diri mereka mendaftar," kata Semuel.
Saat ditanyai pilihan alternatif bagi masyarakat jika PSE privat tidak mendaftar dan terancam diblokir, Semuel menjelaskan sudah ada PSE privat yang sudah mendaftar. Mereka di antaranya Telegram, Tiktok, Netflix, Google Cloud dan Google yang dalam proses. Menurut Semuel, data PSE privat yang sudah terdaftar bisa dicek di website pse.kominfo.go.id.
"Kalau kita liat tadi nama-namanya yang biasa digunakan masyarakat sebagian besar sudah mendaftar. Contohnya Telegram yang saya kira bukan perusahaan malah daftar, ruginya yang satunya lagi, kalau nggak daftar ya sudah ada saingannya," ujarnya.