Rabu 10 Aug 2022 14:41 WIB

Gelombang Kritik untuk Kompolnas Seusai Pernyataan Benny Mamoto di Kasus Brigadir J

Kalangan DPR meminta kasus Brigadir J menjadi bahwa evaluasi bagi Kompolnas.

Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Benny Jozua Mamoto tuai kritik seusai pernyataannya terkait kasus dugaan pembunuhan Brigadir J. (ilustrasi)
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Benny Jozua Mamoto tuai kritik seusai pernyataannya terkait kasus dugaan pembunuhan Brigadir J. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Rizky Suryarandika, Amri Amrullah, Rr Laeny Sulistyawati

Anggota Komisi III DPR Arsul Sani meminta semua pihak tak berspekulasi terkait motif pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (J). Termasuk Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Irjen (Purn) Benny Mamoto yang menyebut bahwa kejadian pembunuhan tersebut diawali dengan dugaan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J terhadap istri eks Kadiv Propam Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.

Baca Juga

"Menurut saya juga tidak pas, bagaimana pejabat Kompolnas baru mendapatkan informasi awal, penjelasan awal ini, belum di crosscheck, belum ada cross eksaminasi secara menyeluruh, kok sudah menyimpulkan," ujar Arsul di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Rabu (10/8/2022).

Menurutnya, hal tersebut tak boleh dilakukan oleh seorang pejabat Kompolnas yang mengambil kesimpulan awal sebelum ada pernyataan dari Polri. Ia meminta, kasus Brigadir J ini menjadi bahwa evaluasi bagi Kompolnas.

"Jadi yang ingin saya sampaikan, Kompolnas juga harus belajar dari kasus ini, harus belajar. Itulah kenapa Komisi III juga tidak mau bicara langsung dengan itu, karena apa? Karena kalau  kita bicara kepada media pasti kita akan juga mendasarkan pada katakanlah keterangan sementara dari Polri," ujar Arsul.

Polri, jelas Arsul, pasti akan menyampaikan motif dari pembunuhan Brigadir J. Namun, ia meminta publik untuk bersabar, karena prosesnya membutuhkan waktu yang tak sebentar.

Ia menjelaskan, dalam hukum pidana ada dua elemen yang harus didalami oleh penegak hukum. Pertama, actus reus atau perbuatan yang melanggar undang-undang pidana dan kedua adalah alat bukti.

Selain dua elemen tersebut,ada satu hal penting yang perlu didalami oleh penegak hukum, yakni mens rea atau motif. Pengungkapan motif tentu membutuhkan waktu, karena hal tersebut disimpulkan dari keterangan tersangka dan saksi.

"Itulah kenapa perlu ada kemudian proses pemeriksaan terhadap yang sudah ditetapkan menjadi tersangka dan juga terhadap para saksi-saksi itu. Karena mens rea itu bisa disimpulkan dari orang, dari makhluk hidup, tidak bisa disimpulkan dari hasil autopsi, uji balistik," ujar Wakil Ketua MPR itu.

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR RI Desmond J Mahesa bersuara lebih keras. Desmond meminta Benny Mamoto mundur dari Kompolnas.

"Kompolnas yang diwakili oleh Benny Mamoto, itu sudah tidak layak lagi ia di situ. Saya melihat Benny Mamoto harus malu lah. Kalau menurut saya seorang mantan Jendral punya budaya malu, Benny Mamoto mundurlah dari Kompolnas," kata Desmond kepada wartawan, Selasa (9/8/2022).

Menurut Desmond, Benny Mamoto, sebagai pribadi mantan polisi seharusnya bisa membuat Polri lebih sehat. Tetapi, menurutnya, pernyataan Benny Mamoto sebagai ketua harian Kompolnas di kasus kematian Brigadir J malah membuat citra Polri semakin buruk, karena terkesan ada yang disembunyikan.

"Karena itu, saya mengingatkan Benny Mamoto seharusnya tahu malu dan segera mundur dari Kompolnas," tegas Desmond. 

Desmond juga mengingatkan agar LPSK dan Komnas HAM tidak perlu mengikuti cara Kompolnas. Kedua lembaga ini ia ingatkan agar tak ikut berpolitik atau bahkan menutup-nutupi fakta yang sebenarnya. Karena itu, ia memastikan Komnas HAM dan LPSK akan menjadi bagian yang akan dipanggil terkait kasus Brigadir J ini.

Desmond menegaskan, Komisi III DPR tidak menginginkan ada sekelompok anggota kepolisian atau sebagian oknum perwira polisi yang bisa 'bermain' dalam rekayasa kasus seperti ini. Karena itu, ia mengingatkan ada banyak kasus serupa yang juga perlu dilihat lebih dalam, seperti kasus pembunuhan anggota FPI di KM 50 yang faktanya masih mengecewakan

"Karena itu ke depan harus semakin baik. Kita berharap institusi kepolisian tidak dirugikan oleh oknum-oknum polisi yang hari ini lebih mencintai geng atau kelompok korpsnya daripada mencintai institusinya," tegas Desmond.

Pernyataan Benny Mamoto yang menuai kontroversi adalah saat ia pada 13 Juli lalu menyebut bahwa kematian Brigadir J adalah akibat aksi saling tembak dengan Bharada E. Benny saat itu menyebut bahwa kejadian polisi tembak polisi adalah kejadian yang diawali dengan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J.

Benny mengaku telah mendatangi langsung tempat kejadian perkara (TKP) dan menyatakan tidak ada kejanggalan sama sekali dalam kasus tewasnya Brigadir J.

"Saya turun langsung, melihat langsung bukti-bukti yang ada termasuk foto-foto yang ada," kata Benny. 

Pernyataan Benny yang menegaskan tidak adanya kejanggalan dalam kasus kematian Brigadir J ini sempat menuai polemik di media sosial. Bahkan, sempat beredar meme yang berisi pemberitaan yang mengutip pernyataan Benny di kasus ini. 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement