REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengundang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk mengklarifikasi soal dugaan percobaan suap yang dilakukan mantan kepala Divisi Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Undangan itu menindaklanjuti laporan pengaduan masyarakat ke KPK.
KPK memastikan bahwa setiap pengaduan ke KPK ditindaklanjuti secara proaktif melalui proses-proses sesuai prosedur standar operasional dan ketentuan. "Kami berharap pihak-pihak dimaksud dapat membantu dalam pengayaan informasi dan data yang kami butuhkan dalam proses verifikasi ini," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin (22/8/2022).
Dia mengatakan, hal tersebut penting bagi KPK untuk mengambil kesimpulan apakah benar ada peristiwa pidana sebagaimana laporan masyarakat tersebut. "Sehingga kami dapat menganalisisnya lebih lanjut, apakah jika benar ada peristiwa pidana, hal tersebut masuk kategori korupsi dan menjadi kewenangan KPK atau kah bukan," ujar Ali.
Sebelumnya, Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan (TAMPAK) melaporkan dugaan suap tersebut ke Gedung KPK, Jakarta, Senin (15/8/2022) pekan lalu. Dugaan suap itu berkaitan dalam penanganan kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Koordinator TAMPAK Roberth Keytimu mengatakan, percobaan penyuapan itu dilakukan terhadap dua pegawai LPSK yang pada saat itu melakukan pertemuan dengan Ferdy Sambo dalam kaitan dengan permohonan perlindungan yang dilakukan oleh Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo dan Bharada Eliezer atau Bharada E, ajudan Ferdy Sambo sekaligus tersangka pembunuhan Brigadir J. Saat itu, Ferdy Sambo masih menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.
Dia mengatakan pihak yang menyerahkan uang itu mengatakan bahwa amplop tersebut berasal dari pria yang disebut sebagai "bapak". "Pada saat itu, orang yang menyerahkan uang itu mengatakan bahwa itu dari bapak, dari bapak. Jadi dalam hal ini yang diduga itu adalah saudara Ferdy Sambo," ujarnya.
Upaya suap itu termasuk kategori tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 jo Pasal 15 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021. Dalam laporannya, TAMPAK turut membawa bukti berupa kliping pemberitaan dari media daring.