Jumat 23 Sep 2022 09:27 WIB

KPK Imbau Empat Tersangka Suap Pengurusan Kasus di MA Kooperatif

Suap miliaran rupiah terkait kasus Koperasi Simpan Pinjam Intidana yang masuk kasasi.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Pekerja mengecat logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Selasa (10/8/2021).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Pekerja mengecat logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Selasa (10/8/2021).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau empat tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) agar kooperatif memenuhi panggilan penyidik. Empat tersangka, yakni hakim agung Sudrajad Dimyati, PNS MA Redi (RD) serta dua pihak swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID) masing-masing Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS) dan Heryanto Tanaka (HT).

"KPK mengimbau dan memerintahkan berdasarkan Undang-Undang terhadap semua pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka agar hadir secara kooperatif, sebagai berikut SD, RD, IDKS, HT," kata Ketua KPK Komjen (Purn) Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (23/9/2022) dini hari WIB.

Dia meyakini, sebagai warga negara yang baik, keempatnya bakal kooperatif memenuhi panggilan. "Tentu sebagai warga negara yang baik saya kira dia tahu diumumkan sekarang, besok berduyun-duyun ramai datang semua. Kalau tidak, ya kami cari, itu tugasnya kami," ucap Firli.

KPK total menetapkan 10 tersangka kasus tersebut. Adapun, enam tersangka lainnya telah ditahan untuk 20 hari pertama, terhitung mulai 23 September 2022 sampai dengan 12 Oktober 2022. Enam tersangka tersebut, yakni hakim yustisial atau panitera pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP), dua PNS kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH), PNS MA Albasri (AB), serta Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) masing-masing selaku pengacara.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan, mulanya ada laporan pidana dan gugatan perdata terkait dengan aktivitas dari Koperasi Simpan Pinjam ID di Pengadilan Negeri (PN) Semarang yang diajukan HT dan IDKS dengan diwakili melalui kuasa hukumnya, yakni YP dan ES. Saat proses persidangan di tingkat PN dan Pengadilan Tinggi (PT) Semarang, HT dan ES belum puas dengan keputusan keduanya.

Sehingga, HT dan ES melanjutkan upaya hukum berikutnya sampai tingkat kasasi di MA. Dalam pengurusan kasasi tersebut, KPK menduga YP dan ES melakukan pertemuan dan komunikasi dengan beberapa pegawai di Kepaniteraan MA yang mampu menjadi penghubung hingga fasilitator dengan majelis hakim, yang nantinya bisa mengkondisikan putusan sesuai dengan keinginan YP dan ES.

"Adapun pegawai yang bersedia dan bersepakat dengan YP dan ES, yaitu DY dengan adanya pemberian sejumlah uang," ungkap Firli.

Selanjutnya, DY turut mengajak MH dan ETP untuk ikut serta menjadi penghubung penyerahan uang ke majelis hakim. KPK juga menduga DY dan kawan-kawan sebagai representasi dari Sudrajad Dimyati dan beberapa pihak di MA untuk menerima uang dari pihak-pihak yang mengurus perkara di MA.

Sementara, terkait sumber dana yang diberikan YP dan ES pada majelis hakim berasal dari HT dan IDKS. "Jumlah uang yang kemudian diserahkan secara tunai oleh YP dan ES pada DY sejumlah sekitar 202 ribu dolar Singapura," kata Firli.

Kemudian oleh DY dibagi lagi dengan pembagian DY menerima sekitar sejumlah Rp 250 juta, MH menerima sekitar sejumlah Rp 850 juta, ETP menerima sekitar sejumlah Rp 100 juta, dan Sudrajad Dimyati menerima sekitar sejumlah Rp 800 juta yang penerimaannya melalui ETP.

"Dengan penyerahan uang tersebut, putusan yang di harapkan YP dan ES pastinya dikabulkan dengan menguatkan putusan kasasi sebelumnya yang menyatakan KSP (Koperasi Simpan Pinjam) ID (Intidana) pailit," ujar Firli.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement