Selasa 27 Dec 2022 22:05 WIB

Bacakan Pleidoi, Terdakwa Kasus Migor Keberatan Dibebankan Anggaran BLT

Jaksa dinilai keliru dalam mendakwa dan menghitung kerugian uang negara.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ilham Tirta
Terdakwa anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei (kanan) mengikuti sidang kasus suap minyak goreng di pengadilan Tipikor, Jakarta.
Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Terdakwa anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei (kanan) mengikuti sidang kasus suap minyak goreng di pengadilan Tipikor, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat kembali menggelar sidang kasus korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah pada Selasa (27/12/2022). Agenda hari ini pembacaan pembelaan atau pledoi dari para terdakwa.

Salah satu terdakwa, Weibinanto Halimdjati atau Lin Che Wei dalam pledoinya menyatakan keberatan dituntut bertanggung jawab mengganti uang pemerintah yang dikeluarkan untuk program Bantuan Langsung Tunai (BLT) tahun 2022, yang totalnya mencapai Rp 6.194.850.000.000. Sebab, program tersebut adalah kewenangan presiden yang tidak ada kaitan dengan dirinya.

Baca Juga

Lin Che Wei yang merupakan mantan Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia itu, juga menyatakan keberatannya atas penghitungan kerugian negara atas kasus korupsi CPO. Sebab, jaksa membebankan sebagian kerugiannya justru kepadanya.

Penasihat hukum Lin Che Wei, Lelyana Santosa mengatakan, metode analisis input-output yang digunakan untuk menghitung kerugian negara akibat ekspor CPO tidaklah tepat. Itu hanya menghitung biaya yang dikeluarkan atas ekspor CPO, tanpa mempertimbangkan keuntungan pemerintah dari ekspor CPO, antara lain berupa devisa dan pajak.

"Misal dengan adanya ekspor, ada bea masuk, pajak," kata Lelyana, Selasa (27/12/2022).

Dugaan korupsi ekspor CPO terjadi saat krisis minyak goreng di Indonesia yang berlangsung sejak tahun lalu. Atas kondisi tersebut, pada awal tahun 2022, Lin Che Wei diundang eks Mendag Lutfi untuk membantu merumuskan kebijakan Domestik Market Obligation (DMO) dan Domestik Price Obligation (DPO), sebagai syarat ekspor, untuk menstabilkan pasokan migor di dalam negeri.

Setelah kebijakan tersebut diterapkan, krisis minyak goreng masih terjadi. Pemerintah lantas menggelontorkan bantuan untuk masyarakat melalui program BLT.

Terdakwa lain yang juga membacakan pledoinya adalah mantan General Manager Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang turut mengeluhkan hal serupa. Penasihat hukum Togar, Denny Kailimang menyatakan keberatan kliennya atas anggaran terkait BLT. Menurutnya, tidak seharusnya Pierre Togar Sitanggang ikut menanggung anggaran BLT oleh pemerintah.

Denny menyebut, program tersebut antara lain memberikan uang kepada kelompok masyarakat rentan sebesar Rp 100 ribu per satu bulannya untuk tiga bulan. Denny menegaskan, tidak mungkin masyarakat kelompok rentan membutuhkan migor senilai Rp 100 per bulannya.

"Jadi tidak mungkin seratus ribu dibelikan untuk minyak goreng. Itu kan (program) untuk masyarakat miskin," kata Denny.

Denny juga mengingatkan, ekspor yang dilakukan oleh PT Musim Mas turut mendatangkan keuntungan bagi negara. Ekspor tersebut telah menghasilkan devisa untuk negara dan menjauhkan negara dari kejatuhan akibat inflasi.

"Ini sebetulnya kasus administrasi, bukan kasus korupsi. Sesuai Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, permasalahan administrasi seharusnya diselesaikan melalui pencabutan izin, atau pelarangan usaha selama kurun waktu tertentu, yang dituntut oleh Jaksa itu berlebihan," kata Denny.

Dalam sidang kali ini, mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana, mantan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, serta mantan Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley MA juga membacakan pembelaan mereka.

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
هَلْ يَنْظُرُوْنَ اِلَّا تَأْوِيْلَهٗۗ يَوْمَ يَأْتِيْ تَأْوِيْلُهٗ يَقُوْلُ الَّذِيْنَ نَسُوْهُ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَاۤءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّۚ فَهَلْ لَّنَا مِنْ شُفَعَاۤءَ فَيَشْفَعُوْا لَنَآ اَوْ نُرَدُّ فَنَعْمَلَ غَيْرَ الَّذِيْ كُنَّا نَعْمَلُۗ قَدْ خَسِرُوْٓا اَنْفُسَهُمْ وَضَلَّ عَنْهُمْ مَّا كَانُوْا يَفْتَرُوْنَ ࣖ
Tidakkah mereka hanya menanti-nanti bukti kebenaran (Al-Qur'an) itu. Pada hari bukti kebenaran itu tiba, orang-orang yang sebelum itu mengabaikannya berkata, “Sungguh, rasul-rasul Tuhan kami telah datang membawa kebenaran. Maka adakah pemberi syafaat bagi kami yang akan memberikan pertolongan kepada kami atau agar kami dikembalikan (ke dunia) sehingga kami akan beramal tidak seperti perbuatan yang pernah kami lakukan dahulu?” Mereka sebenarnya telah merugikan dirinya sendiri dan apa yang mereka ada-adakan dahulu telah hilang lenyap dari mereka.

(QS. Al-A'raf ayat 53)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement