REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memprediksi partisipasi pemilih dalam Pemilu 2024 bakal menurun apabila sistem pemilihan legislatif (pileg) sistem proporsional terbuka diganti menjadi proporsional tertutup. Perkiraan itu disampaikan PKS ketika memberikan keterangan sebagai pihak terkait perkara uji materi sistem proporsional terbuka.
DPP PKS lewat anggota tim kuasa hukumnya, Faudjan Muslim, mengatakan, sejak sistem proporsional terbuka diterapkan pada Pemilu 2004, partisipasi pemilih terus naik dari pemilu ke pemilu. Sebab, dalam sistem ini pemilih punya kebebasan dalam memilih calon anggota legislatif (caleg) yang diinginkan.
Adapun dalam sistem proporsional tertutup, lanjut dia, pemilih kehilangan kebebasannya dalam memilih caleg. Pasalnya, pemilih hanya mencoblos partai politik di surat suara, sedangkan calegnya ditentukan oleh pimpinan parpol.
"Mekanisme ini (sistem proporsional tertutup) berdampak pada turunnya tingkat partisipasi pemilih, dikarenakan tidak adanya calon legislatif yang dikenal dan dapat dipilih dalam surat suara," kata Faudjan di hadapan majelis hakim, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (23/2/2023).
Sebagai gambaran, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih mencoblos parpol. Pemenang kursi anggota dewan ditentukan oleh parpol lewat nomor urut caleg yang sudah ditetapkan sebelum hari pencoblosan. Sistem ini digunakan sejak Pemilu 1955 hingga Pemilu 1999. Kelemahan sistem ini menurut pakar adalah memperkuat kuasa elite partai.
Sedangkan dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos caleg yang diinginkan ataupun parpolnya. Caleg yang mendapat suara terbanyak bakal memenangkan kursi anggota dewan. Sistem ini diterapkan sejak Pemilu 2009 hingga Pemilu 2019. Pakar menilai kelemahan sistem ini adalah maraknya praktik politik uang.
PKS juga membantah anggapan bahwa banyak surat suara tidak sah dalam pemilu terjadi karena pemilih bingung ketika mencoblos lantaran mereka bingung dengan banyaknya pilihan caleg. Menurut PKS, surat suara tidak sah tidak bisa disimpulkan akibat kebingungan pemilih semata.
PKS menduga hal itu terjadi justru karena ada gerakan tidak memilih atau golongan putih (golput). "Terdapat fakta adanya gerakan golongan putih atau golput yang sengaja mengimbau pemilih untuk sengaja merusak surat suara atau membuat surat suara tidak sah sebagai bentuk kritik," kata Faudjan.
Dalam petitumnya, PKS meminta majelis hakim MK menolak gugatan pemohon. PKS ingin Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.
Gugatan uji materi atas pasal Pasal 168 UU Pemilu, yang mengatur pileg menggunakan sistem proporsional terbuka, ini dilayangkan oleh enam warga negara perseorangan. Penggugat, yang salah satunya kader PDIP, meminta MK memutuskan pileg kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. Kini, MK masih mendengarkan keterangan dari pihak terkait sebelum membuat keputusan atas perkara ini.