REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengaku kesulitan mengecek keaslian ijazah para bakal calon anggota legislatif (caleg) Pemilu 2024. Persoalan ini mencuat karena Bawaslu mengaku tak mendapatkan akses memadai untuk menyelidiki dokumen persyaratan bakal caleg yang terhimpun dalam kanal Sistem Informasi Pencalonan (Silon) KPU RI.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan, pihaknya tidak bisa mengakses dokumen persyaratan caleg lewat kanal Silon secara mandiri. Pihak KPU hanya memperbolehkan petugas Bawaslu mengecek dokumen dengan cara mendatangi langsung tempat petugas KPU melakukan verifikasi.
Di tempat verifikasi, lanjut dia, petugas Bawaslu hanya diperbolehkan selama 15 menit saja melihat dokumen persyaratan bakal caleg seperti ijazah dan curriculum vitae (CV) di layar komputer verifikator KPU. Selain durasi yang pendek, petugas Bawaslu juga tidak diperbolehkan memfoto ijazah maupun CV para bakal calon anggota dewan itu.
"Akses (cuma 15 menit), pertanyaannya bagaimana kita melakukan pengawasan. Anda boleh melihat, tapi tidak boleh memfoto. Kalau ada indikasi ijazah palsu, cuma lihat begini doang, bagaimana caranya alat bukti mau disampaikan," kata Bagja kepada wartawan, Senin (12/6/2023).
Bagja menyebut, tanpa memfoto ijazah, pihaknya tentu tidak bisa melakukan penyelidikan lebih mendalam apabila ada indikasi ijazah palsu. Menurutnya, tindakan KPU yang membatasi akses Bawaslu ini bisa dikategorikan sebagai penghalangan penyelidikan.
"Lama-lama kita pidanain ini. Kenapa? Karena menghalang penyelidikan," kata pria peraih gelar master ilmu hukum dari Universitas Utrecht, Belanda, itu.
Bagja mengatakan, tindakan KPU membatasi akses Bawaslu ini sudah berlangsung selama satu bulan terakhir. Sebagai catatan, KPU telah menerima dokumen pendaftaran semua bakal caleg DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota dari seluruh partai politik pada 14 Mei 2023. Mulai 15 Mei hingga 23 Juni, KPU melakukan verifikasi administrasi terhadap dokumen persyaratan para bakal caleg yang mencapai puluhan ribu orang itu.
Lantaran pembatasan akses sudah berlangsung lama, Bagja pun menduga KPU tidak lagi menganggap Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu. Dugaan itu menguat karena pihak KPU di sejumlah daerah memperlakukan petugas Bawaslu seperti pengunjung umum.
Bagja menegaskan, Bawaslu sama halnya dengan KPU sebagai penyelenggara pemilu. Dia juga menegaskan bahwa KPU harus membuka akses dokumen bakal caleg kepada Bawaslu.
"Tolong lah buka kerja sama dengan kami agar kami bisa mengawasi dengan baik. Kami ini pengawas, bukan pemantau," ujarnya.