REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Prof Jimly Asshiddiqie sudah menghimpun banyak keterangan dari kasus dugaan pelanggaran etik hakim MK. Dia menyatakan, kasus laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim MK, khususnya Anwar Usman, tak sulit dibuktikan.
MKMK menuntaskan pemeriksaan terhadap pelapor dan terlapor pada Jumat (3/11/2023). Jimly memandang keterangan yang didapat tiga anggota MKMK sudah memadai.
"Semua bukti sudah lengkap, baik keterangan ahli, saksi. Sebenarnya kalau ahli, para pelapornya ahli semua. Ya kan, lagi pula ini kasus tidak sulit membuktikannya," kata Jimly kepada wartawan di gedung MK, Jakarta Pusat, pada Jumat (3/11/2023).
MKMK bahkan melengkapi keterangan dengan menyertakan bukti rekaman kamera pengawas atau CCTV di MK. Lewat keterangan dan bukti rekaman itulah MKMK meyakini dapat mencapai pengucapan putusan sebelum batas akhir perubahan paslon peserta Pilpres 8 November 2023.
"Apalagi, kita sudah ada CCTV segala macem, kenapa ada perubahan yang kemudian ditarik kembali, ya kan, kenapa ada kisruh internal? Beda pendapat kok sampai keluar," ujar ketua MK pertama tersebut.
Jimly menyadari, masalah di tubuh MK makin terang berkat penyelidikan MKMK. "Nah, tentu ada masalah kolektif. Tapi, semuanya 9 (hakim MK) ini ada masalah ini gitu. Ada soal pembiaran, gitu kan? Ada soal budaya kerja," kata guru besar hukum tata negara UI tersebut.
"Saya kan selalu bilang hakim nih sembilan orang masing-masing tuh tiang. Sendiri-sendiri tiang itu keadilan. Maka dia harus independen, boleh saling memengaruhi antara hakim dengan akal sehat gitu, jangan akal bulus ya kan gitu. Kalau akal bulus tuh bukan hanya politik dalam arti, ya kasak-kusuk kepentingan," ujar Jimly.
MK akhirnya menyatakan pembentukan MKMK guna merespons sejumlah laporan masyarakat terhadap para hakim MK. Pembentukan MKMK disahkan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). MKMK beranggotakan hakim MK Wahiduddin Adams, ketua pertama MK Prof Jimly Asshiddiqie, dan pakar hukum Prof Bintan Saragih.
Deretan pelaporan terhadap MK merupakan akibat MK yang memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin (16/10/2023).
Enam gugatan ditolak, tapi MK memutuskan mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa Universitas Surakarta bernama Almas Tsaqibbirru Re A.
Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang propencalonan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka tersebut tetap diketok meski dihujani empat pendapat berbeda hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim MK.
Gara-gara keputusan yang dipimpinan Anwar Usman itu, Gibran yang baru berusia 36 tahun bisa mendaftar calon wakil presiden (cawapres). Hal itu karena MK menambah frasa usia capres-cawapres minimal 40 tahun atau sedang menjabat kepala daerah.