REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru besar hukum tata negara Prof Jimly Asshiddiqie menyampaikan keprihatinan atas budaya politik di Indonesia. Yang mana, ia berpendapat, sering kali memperlakukan negara seperti kerajaan.
Hal itu disampaikan saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional yang digelar Pusat Analisis Keparlemenan BK DPR RI. Tepatnya saat memberi masukan dalam menyusun rencana pembangunan jangka panjang nasional.
Ia menyarankan, masing-masing harus berpartisipasi memikirkan pendekatan seperti apa dan tidak secara sederhana rencana jangka panjang dibagi bidang-bidang. Tapi, ada pendekatan setidaknya melalui tiga kacamata.
Satu, rules of the game, the constitutional rules. Dua, the institution atau institusi sosial, ekonomi, politik, sehingga tidak cuma merancang substansinya, tapi melihat kelembagaan. Tiga, constitutional culture.
"Budayanya, budaya kita ini, saya sudah sering bicara ini, kelakuan kita ini kerajaan, institusi negara kita republik, jadi ini republik resminya tapi kelakuannya kerajaan, ini tidak boleh dibiarkan," kata Jimly, Rabu (8/11/2023).
Maka itu, ia menekankan, harus dirancang pada masa mendatang langkah-langkah membuat modernisasi dari budaya kerja dan budaya politik. Jadi, perencanaan itu dilaksanakan bukan sekadar merumuskan kalimat-kalimat.
"Tapi, merumuskan ide-ide dalam jangka panjang yang dirancang secara tahap demi tahap," ujar Jimly.
Ia menilai, semua ini penting dipahami. Jadi, rules itu tercermin dalam undang-undang, lalu rules of the ethic karena kita memiliki TAP MPR Nomor 6, kemudian harus dipahami rules dari masing-masing bidang ini berbeda.
"Tapi, yang tidak kalah penting institusinya," kata Jimly.
Jimly menambahkan, institusi terdiri dari institusi bernegara, institusi bermasyarakat dan institusi bisnis. Karenanya, ke depan harus dirancang seperti apa institusi-institusi ini pada pertengahan abad 21 atau 2045.