REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mendorong Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk dapat mewujudkan uang kuliah tunggal (UKT) yang lebih berkeadilan bagi seluruh lapisan mahasiswa.
“UKT sampai saat ini masih belum berkeadilan dan jauh dari prinsip inklusif. Kalau prinsip tersebut sudah terpenuhi dan diterapkan tentu tarif UKT tidak akan mengundang polemik seperti saat ini,” kata Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji dalam keterangan di Jakarta, Rabu (22/5/2024).
Ubaid menuturkan, banyak mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang hingga kini masih turun ke jalan untuk menuntut keadilan soal tarif UKT yang dianggap sangat tidak sesuai dengan kemampuan ekonomi mereka.
Ia menjelaskan, perguruan tinggi menetapkan UKT baru berdasarkan Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 yang sebelumnya telah diminta oleh DPR RI untuk dicabut karena merugikan mahasiswa.
Di sisi lain, Kemendikbudristek menolak mencabut dengan berdalih tarif standar satuan biaya operasional pendidikan tinggi (SSBOPT) dalam aturan tersebut sudah sesuai kemampuan mahasiswa.
Terlebih, ketentuan kenaikan UKT yang hanya berlaku bagi mahasiswa baru dengan kemampuan ekonomi baik justru tidak direalisasikan kampus mengingat kenaikan sudah dialami sejak beberapa tahun terakhir dan menimpa seluruh mahasiswa.
“Kemahalan UKT itu tidak hanya tahun ini, bedanya tahun ini mahalnya berlipat-lipat. Inilah yang mengakibatkan pekik suara protes mahasiswa pun kian nyaring,” ujar Ubaid.
Selain itu, Ubaid mengatakan ketentuan UKT golongan satu dan dua minimal 20 persen dari mahasiswa kampus juga harus dievaluasi untuk mengetahui benar atau tidaknya kewajiban itu dipenuhi oleh kampus.
Ia mencontohkan, apabila penerima KIP Kuliah hingga 2024 sebanyak 985.577 mahasiswa sedangkan yang sedang kuliah sekitar 9,32 juta mahasiswa maka penerima KIP Kuliah diperkirakan hanya 10 persen sehingga tidak sampai 20 persen.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim menyatakan kenaikan UKT hanya berlaku bagi mahasiswa baru dan bukan untuk mahasiswa yang sudah berkuliah di perguruan tinggi.
Bahkan Nadiem menuturkan kenaikan UKT tersebut tidak akan diberlakukan bagi mahasiswa baru dengan kemampuan ekonomi yang kurang memadai.
Nantinya, mahasiswa dengan kemampuan ekonomi rendah akan masuk dalam UKT golongan pertama dan kedua yakni besarannya telah ditetapkan pemerintah yaitu kelompok satu sebesar Rp 500 ribu dan kelompok dua Rp 1 juta.
“Peraturan UKT baru hanya berlaku kepada mahasiswa baru dan tidak berlaku untuk mahasiswa yang sudah belajar di perguruan tinggi,” katanya.