Senin 27 May 2024 20:25 WIB

Indef Ingatkan Dampak Program Makan Gratis Bagi Ekonomi

Perkiraan awal menunjukkan kebutuhan anggarannya mencapai 7,2 persen dari APBN.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Lida Puspaningtyas
Sejumlah siswa menunjukkan makanan gratis saat simulasi program makan siang gratis di SMP Negeri 2 Curug, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (29/2/2024). Menko Perekonomian Airlangga Hartarto meyediakan 162 porsi dengan empat macam menu makanan sehat senilai Rp15 ribu per porsi pada simulasi program makan siang gratis itu.
Foto: ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin
Sejumlah siswa menunjukkan makanan gratis saat simulasi program makan siang gratis di SMP Negeri 2 Curug, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (29/2/2024). Menko Perekonomian Airlangga Hartarto meyediakan 162 porsi dengan empat macam menu makanan sehat senilai Rp15 ribu per porsi pada simulasi program makan siang gratis itu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyoroti program makan siang gratis atau makan bergizi presiden terpilih, Prabowo Subianto. Kepala Center of Digital Economy and SMEs Indef Eisha Magfiruha Rachbini mengatakan program ini memerlukan pendanaan yang besar dan berpotensi memberikan defisit fiskal negara. 

"Program ini akan meningkatkan pengeluaran pemerintah secara signifikan, perkiraan awal menunjukkan kebutuhan anggaran mencapai Rp 460 triliun atau setara 7,23 persen dari total belanja negara dalam APBN 2024 yang sebesar Rp 3.325,1 triliun," ujar Eisha saat diskusi publik Indef bertajuk "Kebangkitan Nasional, Kebangkitan Ekonomi" di Jakarta, Senin (27/5/2024).

Baca Juga

Eisha menyebut peningkatan belanja ini berpotensi memperbesar defisit fiskal dan mendorong pemerintah menambah utang. Eisha menyampaikan defisit fiskal Indonesia pada 2023 mencapai 1,65 persen terhadap PDB dengan total utang Rp 347,6 triliun, di sisi lain utang nasional sudah mencapai Rp 7.700 triliun per Maret 2024.

"Penambahan utang untuk program ini dikhawatirkan akan memperburuk situasi fiskal dan membebani stabilitas ekonomi," ucap Eisha. 

Dosen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB itu pun mengkhawatirkan program ini menciptakan jebakan fiskal atau beban berkelanjutan bagi APBN di masa depan. Pasalnya pemerintah terikat pada komitmen jangka panjang sehingga perlu memastikan pendanaan program ini secara berkelanjutan tanpa membebani generasi mendatang.

"Kekhawatiran efisiensi terkait potensi kebocoran dalam pelaksanaan program serta kurangnya kejelasan mengenai sumber pendanaan program ini menimbulkan ketidakpastian dalam pengelolaan fiskal," lanjut Eisha. 

Eisha mengatakan program makan siang gratis akan berhasil apabila diimbangi dengan peningkatan produksi bahan makanan. Namun, faktanya, lanjut Eisha, produksi beras sepanjang Januari sampai April 2024 tercatat sebesar 10,71 juta ton atau turun 2,28 juta ton atau 17,52 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Tak hanya itu, Eisha menilai program ini dapat meningkatkan defisit perdagangan karena biaya yang diperlukan untuk program ini akan meningkatkan impor bahan makanan dan mengurangi ekspor. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan defisit perdagangan yang berdampak pada nilai tukar dan cadangan devisa negara. 

"Program ini perlu dipertimbangkan dengan cermat dalam proses prioritas belanja negara tanpa mengalihkan dana dari program lain yang penting," kata Eisha.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement