REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—APBN 2025 akan dilaksanakan Prabowo Subianto. Namun, pembahasan dan pengesahan APBN 2025 dilaksanakan sebelum Prabowo resmi memimpin pemerintahan atau sebelum dilantik jadi Presiden.
“Oleh karena itu, kami ingin meng-address beberapa agenda strategis yang perlu dilanjutkan di era beliau (Prabowo, red), sehingga mempermudah pemerintahannya melakukan penyesuaian untuk pelaksanaan program program strategis tersebut,” ujar Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah saat Rapat Penyampaian Pemerintah Atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2025 di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (4/6/2024).
Lebih lanjut, Said Abdulah menyampaikan beberapa cacatan penting terkait RAPBN 2025.
Pertama, gejolak eksternal makin sulit kita prediksikan. Ketegangan geopolitik telah menjelma menjadi ancaman laten aktivitas ekonomi.
Karena hal itu, dalam sekejap harga komoditas global bisa melonjak, kurs rupiah terhempas dalam hitungan jam dan hari.
“Dalam sekejap pula, merambat, menekan ketahanan ekonomi nasional. Tekanan eksternal ini mengancam karena belum kuatnya sektor pangan, energi, dan tata kelola devisa,” ujar Said.
Kedua, kondisi dalam negeri menghadapi hempasan angin buritan. Hempasannya tidak mendorong ekonomi nasional, malah menjebak perekonomian nasional dalam pusaran yang nyaris tak berujung.
“Booming harga komoditas pada 2022 kian memperkaya lapisan ekonomi atas, kesenjangan sosial kian menganga,” ujar Said.
Ketiga, angka kesenjangan sosial kian melebar. Semester 1 2024, gini rasio telah menyentuh 0,388 lebih tinggi dibandingkan semester 1 2023 yang berada dilevel 0,384.
“Kita bandingkan dengan 2019, sebelum pandemi covid, angka gini rasio saat itu di level 0,380. Kue kemakmuran harus dinikmati bersama, kecenderungan naiknya kesenjangan sosial ini harus dikendalikan oleh pemerintah,” ujar Said yang juga Ketua Bidang Perekonomian DPP PDIP Perjuangan ini.
Keempat, seluruh agenda pembangunan yang kita jalankan selama ini belum mampu mengangkut seluruh rakyat keluar dari lembah kemiskinan ekstrem.
Padahal pemerintah punya target penghapusan kemiskinan esktrem pada 2024. Konvergensi program atas penghapusan kemiskinan ekstrim telah dijalankan.
“Jika realisasinya hingga 2024 penghapusan kemiskinan ekstrim belum tuntas, kita fasilitasi melalui RAPBN 2025 agar pemerintah tetap bisa menuntaskannya,” ujar Said.
Kelima, pentingnya meningkatkan kualitas SDM Indonesia ke depan dengan mengatasi persoalan stunting. Hal ini terkait dengan masa depan generasi bangsa.
Target angka prevalensi stunting ke depan masih cukup menantang, yakni 14,0 persen pada tahun 2024. Pada tahun 2023 masih berada pada angka 21,5 persen.
“Jika target prevelensi sebesar 14,0 persen beum juga tercapai, maka diperlukan upaya extraordinary, yang meliputi pendekatan spasial untuk daerah fokus intervensinya,” ujar Said.
Keenam...