REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Putusan bebas terhadap terdakwa Gregorius Ronald Tannur, terdakwa pembunuhan Dini Sera Afrianti, terus menuai kritik dari publik. Putusan tersebut dirasa janggal, karena banyak fakta persidangan yang dinilai menguatkan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
Kasus Gregorius ini, terjadi pada Oktober 2023. Ketika Dini Sira mendatangi Gregorius di tempat karaoke Blackhole KTV di Lenmarc Mall, Surabaya. Mereka berada di dalam ruang nomor 7. Pada malam karaoke itu, keduanya pun asik dengan minum-minuman beralkohol berupa Jose Tequilla sampai dini hari. Keduanya, pun dikatakan dalam kondisi mabuk, namun masih mampu untuk pulang. Pada saat hendak pulang itulah peristiwa penganiayaan sampai mati itu terjadi.
Setelah minum-minum alkohol sampai teler, Greogorius bersama Dini Sari hendak ke parkir mobil basement. Keduanya menggunakan lift menuju turun. Namun sebelum masuk lift, keduanya dikatakan mulai terjadi cekcok. Gregorius, pada kondisi di depan lift tersebut, masih membawa sebotol minuman. Di dalam lift, terungkap di persidangan, Greogorius menampar Dini Sari. Bahkan botol minuman yang masih dibawa Gregorius dihantamkan kepada Dini Sari. Keributan tersebut, tetap terjadi sampai keduanya tiba di parkir basement.
Di parkiran itu, Gregorius melindas Dini Sari dengan mobil. Dini Sari terkapar tak sadarkan diri. Beberapa saat setelah kejadian tersebut, sejumlah saksi menemukan Dini Sari sudah dalam kondisi luka-luka, dan sempat melakukan pertolongan dengan membawa ke rumah sakit. Akan tetapi dalam perjalanan, Dini Sari dinyatakan tewas.
Kasus tersebut berujung pada pengusutan oleh kepolisian, dan berhasil menangkap Gregorius Tannur. Penangkapan oleh kepolisian, sempat menjadi perhatian masyarakat mengingat Gregorius Tannur adalah anak dari politikus Edward Tannur.
Dalam proses di kepolisian di Surabaya, penyidik saat itu hanya menetapkan Gregorius sebagai tersangka Pasal 351 dan Pasal 359 tentang penganiayaan dan membuang fakta tentang dugaan pembunuhan. Akan tetapi, pada saat kasus tersebut disidangkan di PN Surabaya, tim JPU menambahkan penjeratan dakwaan menggunakan sangkaan pasal 338 KUH Pidana tentang pembunuhan.
Dan dalam tuntutan jaksa, menebalkan hukuman 12 tahun atas perbuatan Gregorius yang dinilai terbukti melakukan penganiayaan dan pembunuhan. Akan tetapi, majelis hakim, dalam putusannya berkata lain dengan vonis bebas.
Jaksa memastikan akan kasasi ke MA.. baca di halaman selanjutnya.