REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kanwil Kemenkumham Kepulauan Riau (Kepri) I Nyoman Gede Surya Mataram mengingatkan persyaratan bagi warga negara Indonesia (WNI) yang ingin kawin campuran dengan warga negara asing (WNA) agar tercatat secara resmi di tanah air.
"Syarat-syarat dimaksud berlaku di Indonesia, tapi kalau luar negeri pasti beda lagi kebijakannya," kata Surya Mataram di Tanjungpinang, Jumat.
Surya merinci persyaratan perkawinan campuran tersebut, antara lain warga asing wajib memiliki dokumen perjalanan seperti paspor dan memiliki izin tinggal di Indonesia.
Kemudian, mendapat surat persetujuan dari kedutaan atau konsulat negara bersangkutan yang ada di Indonesia, khususnya Kepri.
Surat persetujuan dimaksud menjadi bukti apakah WNA bersangkutan sudah menikah atau belum di negara asalnya.
"Jangan sampai warga negara kita dibohongi. Kalau sudah nikah di negaranya, kami sarankan sebaiknya jangan mau menikah dengan yang bersangkutan," ucapnya.
Selain itu, ia juga menyampaikan apabila perkawinan campuran dilakukan di luar negeri misalnya Singapura, maka ketika kembali ke Indonesia harus tetap didaftarkan di dinas kependudukan dan catatan sipil (Disdukcapil) setempat supaya pernikahannya tercatat secara resmi.
"Jika dokumen pernikahannya berbahasa Inggris, harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan dilegalisir di disdukcapil," ujarnya.
Lanjut Surya Mataram menyatakan bahwa kondisi geografis Kepri, terutama Batam yang berbatasan dengan negara Malaysia dan Singapura menjadikan perkawinan campuran sangat mungkin terjadi di daerah tersebut.
Kemenkumham Kepri mencatat hingga tahun 2024 terdapat 215 data perkawinan campuran antara warga Indonesia dan warga asing yang tersebar di tiga kabupaten/kota setempat, antara lain di Kabupaten Karimun 15 orang, Kota Tanjungpinang tujuh orang, dan sisanya didominasi Kota Batam yang sebanyak 193 orang.
"Perkawinan campuran itu meliputi berbagai etnis, ada warga kita yang kawin dengan warga negara Singapura, Inggris dan negara lainnya," kata Surya.
Secara aturan, kata dia, perkawinan campuran diatur dalam Pasal 57 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Adapun dimaksud perkawinan campuran dalam Undang-Undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.
Manusia mengalami beberapa fase kehidupan yang dimulai sejak dirinya dilahirkan hingga ajal menjemputnya. Salah satu tahapan yang dialami banyak orang ialah pernikahan. Menikah memiliki banyak keutamaan, semisal terpelihara diri dan agama seseorang.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Jika seorang telah menikah, berarti ia telah mencukupi separuh dari agama. Maka hendaklah bertakwa pada Allah dalam menjaga sisanya yang separuh.”