REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Media Israel pada Ahad (9/2/2025) waktu setempat, mengungkapkan bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sengaja menghalangi negosiasi gencatan senjata yang sedang berlangsung dengan Hamas. Pimpinan Partai Likud tersebut bertujuan untuk menggagalkan kesepakatan sebelum sampai tahap berikutnya.
Laporan media menunjukkan, delegasi Israel yang dikirim ke Qatar tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan. Hal tersebut menandakan keengganan Netanyahu untuk melanjutkan kesepakatan yang akan mengamankan pembebasan lebih banyak tahanan Palestina dan gencatan senjata permanen di Gaza.
Haaretz mengutip sumber yang menyatakan bahwa kehadiran delegasi di Doha hanya untuk pamer."Netanyahu mengisyaratkan dengan jelas bahwa dia tidak ingin melanjutkan ke tahap berikutnya," kata salah satu sumber, seraya menambahkan bahwa dia memandang gencatan senjata tersebut merusak posisi politiknya.
Laporan tersebut menunjukkan, Netanyahu lebih peduli untuk menenangkan faksi sayap kanan Israel daripada mengamankan kebebasan tawanan Israel. "Para pemilih sayap kanan melihat di lapangan bahwa kami belum mengalahkan Hamas dan para operatornya terus berjalan dengan senjata," sumber tersebut menjelaskan, merujuk pada bagaimana eksistensi Hamas saat acara pembebasan tawanan yang diselenggarakan di Gaza yang mengejek klaim Netanyahu tentang kemenangan total.
Upaya untuk merusak kesepakatan
Menurut Haaretz, taktik Netanyahu dapat menyebabkan gencatan senjata gagal total. Para analis memperingatkan bahwa Hamas, yang mengakui penolakan Israel untuk menghormati komitmennya, dapat menghentikan pembebasan tawanan lebih lanjut.
"Hamas tidak bodoh," kata seorang sumber. "Mereka melihat politisasi negosiasi, penempatan orang kepercayaan Netanyahu Ron Dermer dan Gal Hirsch [di pucuk pimpinan negosiasi], ancaman oleh [Menteri Keuangan Bezalel] Smotrich dan para menteri sayap kanan bahwa mereka akan membubarkan pemerintah. Mereka memahami ke mana arahnya."