REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, mengakui pemakzulan presiden dan wakil presiden menjadi lebih mudah dengan kembalinya batas minimal kehadiran anggota DPR untuk hak menyatakan pendapat sesuai dengan UUD. Namun, ia menegaskan putusan uji materi pasal 184 ayat (4) yang dilakukan MK kemarin tidak berkaitan langsung dengan persoalan pemakzulan presiden.
Mahfud menambahkan usulan pemakzulan berada di luar urusan MK. Karena MK hanya berbicara yuridis konstitusionalnya saja, sementara pemakzulan lebih bersifat politis. Namun saat ditanya mengenai kemungkinan pemakzulan menjadi lebih mudah, Mahfud tak menutup kemungkinan itu.
"Tentu (pemakzulan lebih mudah) karena dulu ada kecenderungan menutup itu," kata Mahfud usai penandatanganan kesepakatan bersama antara MK dan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dalam rangka menciptakan peradilan yang bersih dan reformasi birokrasi, di Aula Gedung MK, Kamis (13/1).
Kendati demikian, ia menuturkan upaya pemakzulan akan tetap sulit terealisasi. "Karena anda bayangkan ada usulan pemakzulan perlu 2/3 suara. Kalau misal Demokrat, PAN, dan PKB tidak hadir di sidang itu, maka hal itu tidak akan terjadi," ujar Mahfud.
Ia pun menuturkan dengan demikian partai Demokrat pun memerlukan lebih banyak koalisi. Dalam putusan uji materi pasal 184 ayat (4) UU Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, MK pada Rabu (12/1) memutuskan pasal itu tak berlaku karena bertentangan dengan UUD.
Dalam pasal 7B UUD disebutkan pengajuan permintaan DPR untuk pemberhentian presiden kepada MK hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR. Sementara pada pasal 184 ayat (4) baru dapat memperoleh hak menyatakan pendapat jika dihadiri dan disetujui oleh tiga perempat dari jumlah anggota DPR.