REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, membantah pemberitaan tentang kewenangan gubernur yang bisa mengerahkan pasukan dalam menangani konflik. Menurutnya, masalah itu tidak benar.
Dalam draf Inpres Keamanan Nasional (Kamnas), kata dia, tugas dan fungsi gubernur hanya sebatas mengoordinasi. “Tugas gubernur hanya sebagai koordinator instansi dan tidak ada itu kewenangan mengerahkan pasukan,” kata Gamawan, Selasa (29/1).
Dia menyebut, Inpres Kamnas jangan disalahartikan, sebab fungsinya hanya untuk menekankan koordinasi antarinstansi dalam penanganan konflik. Inpres Kamnas, kata dia, sesuai koridor dengan UU Penanganan Konflik Sosial (PKS).
Kalau selama ini aparat dalam menangani konflik saling tunggu, maka dengan adanya aturan baru tersebut penyelesaian konflik dapat dilakukan secara terpadu. Dalam kondisi tertib sipil, Gamawan melanjutkan, kerawanan sosial harus selekasnya diantisipasi agar tidak membesar. “Ini hanya untuk mengefektifkan dan mempertegas fungsi koordinasi saja,” ujar Gamawan.
Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Marsda Ma’ruf Syamsuddin, mengungkap potensi rusuh dan kekerasan selama pemilukada tidak terjadi hanya karena spontanitas. Amuk massa, kata dia, ada yang digerakkan pihak tertentu yang memiliki kepentingan agar keadaan tertib tidak terjadi.
Gara-gara konflik sosial itu berdampak rusaknya tatanan kehidupan dan menimbulkan kerugian materiil yang besar. “Tidak mungkin massa bergerak sendiri dengan jumlah banyak,” kata Ma’ruf.
Untuk mengatasi itu, pihaknya menyarankan agar pemerintah daerah terus memperbarui informasi dari komunitas intelijen daerah untuk mendeteksi segala hal yang bisa mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat sebelum meledak dan membesar. “Aparat harus memonitor dan memetakan daerah kerawanan menjelang pemilihan. Ini cara untuk mencegah konflik massa,” kata Ma’ruf.