REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebelum dibakar massa, Kantor Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Palopo, Sulawesi Selatan sudah jadi sasaran amuk massa sehari sebelumnya. Ketua Panwaslu Palopo, Hisma Kahman mengatakan, saat ini kondisi kantornya memang sudah hancur-hancuran.
"Kaca-kacanya habis dipecahkan, dari kemarin (Ahad, red) sudah dilempari massa," kata Hisma saat dihubungi dari Jakarta, Ahad (31/3).
Hisma menceritakan, kantor Panwaslu yang berada di Jalan Merdeka itu, kondisinya tidak terbakar seluruhnya. Namun kondisinya memang banyak yang dirusak massa. Sayangnya, setelah pengrusakan itu, malam harinya staf Panwaslu tidak sempat mengamankan barang-barang yang ada di kantor, sampai akhirnya pembakaran terjadi.
Kantor yang dibakar adalah Kantor KPUD, Kantor Wali Kota Palopo, Kantor DPD Golkar, Kantor Panwas dan Kantor Camat Wara Timur, Palopo juga kantor Harian Palopo Pos.
Menurut Hisma, amuk massa yang berujung ke pembakaran sejumlah kantor tersebut ditengarai karena ada pihak yang tidak menerima hasil penentapan yang ditetapkan KPUD Palopo. Mereka menganggap terjadi indikasi penggelembungan suara.
Saat mendatangi kantor Panwaslu Sabtu (30/3) kemarin, Hisma mengungkapkan massa dari salah satu pasangan calon memaksa Panwaslu untuk mengeluarkan rekomendasi tentang penggelebungan suara.
Padahal, kata dia, Panwaslu sudah melakukan klarifikasi, dengan mengundang saksi dari pasangan calon yang terpilih dan yang tidak terpilih, dan tidak ada masalah.
Hisman mengatakan Panwaslu sudah mengkonfrontasi data yang ada, dan ternyata tidak ada penggelembungan suara. Yang ada adalah ketidak cocokan antara cek list undang pemilih dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT).
"Ini bisa saja terjadi karena ada pemilih yang datang tidak memakai undangannya tapi menggunakan KTP. Jadi potongan pemberitahuan undangan itu bisa saja tidak sama jumlahnya," kata Hisma.