REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemanggilan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) oleh Komisi X DPR RI pada Jumat (26/4) kemarin menunjukkan Ujian Nasional (UN) sarat masalah. Namun, Mendikbud dan jajarannya yang hadir terkesan tidak merasa bersalah.
"Permintaan maaf mereka terkesan basa basi," kata Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti pada konferensi pers di kantor ICW Jakarta Ahad (28/4).
Retno menilai pada saat raker yang sempat diskors karena keterlambatan Mendikbud tersebut Kemdikbud tampak membela diri dengan cara yang dipaksakan dan mencari kambing hitam. Sehingga hal yang wajar, Retno menuturkan, respon para anggota Komisi X yang hadir terkesan murka.
Raker Komisi X DPR RI dengan Kemdikbud yang secara khusus membahas mengenai kisruh pelaksanaan UN SMA sederajat tahun 2013 tersebut, berlangsung alot hingga menghabiskan waktu hampir 10 jam pada Jumat (26/4) kemarin.
Setelah 15 anggota dewan dari sekitar 30 yang hadir mengungkapkan rasa prihatin serta kekecewaan, dan melontarkan rentetan pertanyaan kepada Mendikbud Muhammad Nuh, akhirnya rapat menyimpulkan empat poin dengan beberapa catatan.
Namun, sebelum mendapatkan kesepakatan mengenai kesimpulan, terjadi ketidaksepakatan mengenai arti dari kesimpulan raker ini, antara Ketua Komisi X Agus Hermanto dengan Zulfadhli dari Fraksi Partai Golongan Karya sehingga rapat harus diskors.
Jika Ketua Raker dari Fraksi Partai Demokrat menyatakan bahwa kesimpulan harus melibatkan kesepakatan dari pihak pemerintah (Kemendikbud), Zulfadhli dengan tegas menolak. Karena, menurutnya, kesimpulan adalah sikap politik dari anggota dewan yang mewakili fraksi. Tetapi, usai seluruh pihak melakukan diskusi pada saat skors, didapat kesamaan pandangan dan lahir kesimpulan yang merupakan pernyataan sikap Komisi X dengan disepakati oleh Kemendikbud.