REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Kepala Badan Perizinan Pelayanan Terpadu (BP2T) Kota Malang, Suhariono, mengakui banyak pengusaha kos-kosan atau rumah kos di Malang yang "nakal", yakni enggan mengajukan permohonan izin.
"Dari tahun 2009 sampai sekarang, pengusaha atau pemilik rumah kos yang mengajukan izin hanya sekitar 30 saja. Padahal, pemilik kos-kosan di daerah kita dari tahun ke tahun tumbuh pesat," tegas Suhariono di Malang, Senin.
Aturan terkait kos-kosan atau pemondokan di Kota Malang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2006 yang menyebutkan bahwa setiap pemilik rumah kos yang menguasai minimal 10 kamar wajib mengajukan izin ke BP2T Kota Malang. Untuk yang kurang dari 10 kamar, cukup melapor kepada RT/RW.
Selain diwajibkan mengajukan izin, para pemilik rumah kos lebih dari 10 kamar juga wajib membayar pajak. Ketentuan membayar pajak tersebut tertuang dalam Perda Nomor 16 Tahun 2010 yang menyebutkan besaran pajaknya mencapai lima persen dari penghasilan rumah kos.
Sekda Kota Malang, M Sofwan berjanji akan menertibkan seluruh pemilik rumah kos yang memenuhi ketentuan Perda 6/2006 untuk mengajukan izin dengan harapan proses pemantauan dan perlindungan bisa maksimal, disamping potensi pendapatan asli daerah (PAD)-nya juga besar.
Ia mengakui, selama ini Pemkot Malang memang belum memungut pajak rumah kos karena keterbatasan SDM. "Dalam waktu dekat ini kami melakukan penertiban dan memungut pajak kos-kosan, sebab potensi PAD-nya sangat besar," tegas Sofwan.
Belum lama ini Wali Kota Malang Peni Suparto juga mengakui jika jumlah kamar yang dikoskan untuk mahasiswa yang menempuh pendidikan tinggi di daerah itu mencapai ribuan. Hal itu mengingat jumlah mahasiswa di Kota Malang lebih dari 320 ribu.
"Kalau satu kamar dihuni oleh dua orang mahasiswa, berarti ada ratusan ribu kamar yang dikoskan. Belum lagi kamar kos premium yang hanya dihuni oleh satu orang saja, artinya potensi PAD-nya sangat besar," tegas Peni.