REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Polemik pendaratan tanpa izin pesawat militer Amerika Serikat (AS) ke Indonesia pada Senin (20/5) lalu memang telah berakhir.
Kepergian pesawat jenis Dornier-328 itu pada Selasa (21/5) dari Indonesia pun diiringi penjelasan mengenai sebab pendaratan itu terjadi oleh Kedutaan Besar AS untuk Indonesia.
Di Jakarta, Duta Besar (Dubes) AS untuk Indonesia, Scott Marciel menjelaskan pesawat berangkat dari Maladewa menuju Singapura. Hanya saja pesawat terpaksa mendarat di Indonesia karena mengalami kekurangan bahan bakar.
Pernyataan dari Dubes AS ini justru mengundang tanya di benak pengamat intelejen sekaligus militer Negara, Wawan Purwanto. Menurut Wawan, ada sesuatu yang wajib digaris bawahi dari insiden tersebut.
Titik beratnya yakni ktor yang terlibat dalam kejadian ini, AS, Negara adikuasa yang memiliki banyak agenda dan kepentingan di dunia, termasuk Indonesia.
“Pergerakan mereka perlu diwaspadai, apalagi pihak militer yang melakukan pendaratan dadakan itu,” kata dia ketika dihubungi dari Jakarta Rabu (22/5).
Wawan menambahkan, lokasi pendaratan pesawat tersebut di Bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh juga bisa menambah kuat indikasi adanya upaya mata-mata dari AS.
Dia mengatakan, Aceh dalam beberapa tahun belakangan ini masuk dalam radar bidikan AS untuk dijadikan wilayah perbantuan perang mereka.
“Sabang (wilayah di Aceh) kan sempat diisukan mau jadi lokasi pembangunan pangkalan militer AS, jadi ya wajaar kalau mereka mau lihat-lihat wilayahnya dulu lebih dalam,” ujar Wawan.
Maka dari itu, dia pun meminta agar pemerintah mengetatkan pertahanan di wailayah paling barat Indonesia itu. Pasalnya menurut dia, akan menjadi sebuah penodaan martabat bila AS terus menerus melakukan pencurian informasi di wilayah kedaulatan Indonesia.