Rabu 16 Oct 2013 21:42 WIB

Pakar: KY Tak Bisa Awasi Hakim MK

Gedung Mahkamah Konstitusi
Foto: Republika/Yasin Habibi
Gedung Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Margarito Kamis menegaskan sampai kapan pun Komisi Yudisial (KY) tidak akan bisa melakukan pengawasan terhadap hakim Mahkamah Konstitusi (MK) selama tidak dilakukan amandemen UUD 1945.

"Sekali pun saat ini Presiden Susilo bambang Yudhoyono telah mengeluarkan sekalipun telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)," katanya di Gedung DPD Jakarta, Rabu (16/10).

Pasal 24 B dan 24 C UUD 1945 tidak berubah dan sudah tegas menjelaskan bahwa MK bukan merupakan bagian dari obyek KY. "Memang MK perlu diawasi, tapi secara konstitusi bukan oleh KY, agar tak menciptakan kesuraman konstitusi," katanya.

Lebih lanjut Margarito menjelaskan pengawasan oleh KY sudah dibatalkan oleh MK karena dinilai inkonstitusional. Ia menegaskan konstitusi di manapun akan bekerja sesuai dengan fungsi dan tugasnya sebagai lembaga negara. Hanya saja dalam menjalankan fungsinya tersebut akan selalu terjadi relasi formal dan relasi politik.

"Kalau relasi legal konstitusi bersifat instruktif-imperatif, tak bisa menjalankan perintah dan kewenangannya selain yang ditugaskan konstitusi," katanya. Sedangkan dalam relasi politik lanjut Margarito, maka menjalankan konstitusi itu akan tergantung pada pengaruh, kekuasaan, dan keterampilan politik lainnya, bukan berbicara soal norma.

Margarito menegaskan ke depan bangsa ini akan selalu menghadapi karut-marutnya konflik antarlembaga tinggi negara, jika elite dan pimpinannya tidak memperhatikan etika dalam berbangsa dan bernegara. "Panggung konstitusi ini akan elok, kalau diwarnai dengan dimensi etika, dan bukan saja menjalankannya secara formal-prosedural," katanya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement