REPUBLIKA.CO.ID, TERNATE -- Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Irmon Machmud, mengatakan, tingginya angka golput (tidak memilih) pada pilkada Malut putaran kedua, di antaranya disebabkan masyarakat sudah jenuh dengan kegiatan itu.
"Kejenuhan masyarakat itu disebabkan beberapa faktor, di antaranya diundurnya pelaksanaan pilkada Malut putaran kedua sampai tiga kali," kata Irmon Machmud di Ternate, Ahad, menanggapi angka golput pada pilkada putaran kedua tanggal 31 Oktober 2013 yang mencapai 50 persen lebih dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) 800 ribu lebih.
Ketua Pusat Studi Politik UMMU itu mengatakan, penyebab lain adalah pasangan calon gubernur/calon wakil gubernur (cagub/cawagub) yang mereka dukung pada pilkada Malut putaran pertama tidak lolos ke putaran kedua.
Hal itu, kata Irmon, dapat dibuktikan dari angka golput pada pilkada putaran pertama yang hanya 40 persen lebih, sementara pada pilkada putaran kedua ini meningkat menjadi 50 persen lebih. Itu berarti 10 persen lebih pendukung cagub/cawagub Malut yang tidak lolos ke putaran kedua mengekspresikan kekecewaannya dengan cara golput di pilkada putran kedua.
Ia mengatakan, hal lain yang juga menjadi penyebab tingginya golput pada pilkada Malut, baik putaran pertama maupun putaran kedua adalah adanya sikap apatis masyarakat terhadap penyelenggara pilkada. Mereka beranggapan bahwa kegiatan ini tak akan membawa perubahan berarti bagi daerah ini.
Sikap apatis seperti itu tidak terlepas dari fakta dalam pelaksanaan pilkada selama ini di mana hampir semua janji yang disampaikan pasangan cagub/cawagub saat kampanye, tidak direalisasikan ketika yang bersangkutan terpilih menjadi gubernur atau bupati/wali kota, katanya.
Tidak maksimalnya sosialisasi pilkada putaran kedua, kata Irmon, baik dari KPU maupun pemda dan parpol pendukung cagub/cawagub juga memberi kontribusi pada tingginya angka golput pada pilkada putaran kedua.
Menurut Irmon, kondisi tingginya angka golput tersebut tidak tertutup kemungkinan akan terjadi pula pada pemilu legislatif 2014, oleh karena itu sosialisasi penggunaan hak pilih pada pemilu legislatif harus dilakukan secara maksimal dan menjangkau seluruh wilayah dan lapisan masyarakat di daerah ini.