REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus kekerasan seksual yang dilakukan penyair Sitok Srengenge terhadap mahasiswi berinisial RW terus mengundang reaksi. Jaringan Perempuan Yogyakarta (JPY), adalah salah satu lembaga yang beraksi keras dan meminta proses hukum kasus ini dituntaskan.
Lembaga yang beranggotakan lembaga dan individu ini, memandang kasus kekerasan seksual yang dilakukan Sitok, telah menjadi alarm pengingat bagi survivor kekerasan seksual.
"Di luar sana, ada banyak kasus selama ini yang belum terungkap," ujar koordinator JPY, Naila NK dalam keterangan tertulisnya, Kamis (5/12).
Menurutnya, pemikiran bahwa pelaku kekerasan seksual adalah manusia biasa yang tak luput dari kekhilafan dan sebaiknya dimaafkan merupakan pemikiran yang menyesatkan. Naila mengatakan, pemikiran tersebut berdampak pada kasus yang akhirnya tidak diproses secara hukum.
"Ini artinya membiarkan pelaku melakukan kekerasan seksual lagi dikemudian hari karena tidak ada efek jera," ujarnya.
JPY mendorong keluarga Sitok untuk mendukung penegakan hukum yang sedang diupayakan oleh korban RW dan pendamping hukumnya sebagai bentuk pertanggungjawaban Sitok. Menurutnya, kejernihan objektivitas mengupas persoalan ini sangat dibutuhkan agar tidak melahirkan sebuah ironi.
Naila mengungkapkan, jangan sampai publik salah kaprah dan justru berupaya membangun pembenaran atas tindakan yang telah dilakukan Sitok. Sementara survivor yang seharusnya didukung menjadi terabaikan.
Dalam tinjauan analisa rantai kekerasan, menurutnya, istri dan anak Sitok juga termasuk korban kekerasan. Karena itu, JPY mendesak agar Sitok bertanggungjawab secara hukum dan berkomitmen memenuhi hak anak yang kelak dilahirkan RW.
Selain itu, kepada polisi dan aparat penegak hukum, JPY meminta agar kasus ini dituntaskan secara adil. Aparat kepolisian pun diminta memberikan perlindungan keamanan kepada RW selama proses hukum berjalan.