REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyelenggaraan pilkada serentak harus segera diantisipasi. Khususnya, soal regulasi. Sebab, saat ini, masing-masing pelaksanaan pemilu mempunyai dasar hukum sendiri dan belum ada regulasi tunggal yang komprehensif.
"Kalau kita sepakat dengan ide tersebut, maka harus ada revisi undang-undang soal pemilu,” ujar anggota Komisi II DPR Nurul Arifin di Jakarta, Ahad (26/1).
Menurutnya, pilkada serentak akan membuat sejumlah manfaat. Antara lain memperkuat koalisi partai dan memperjelas sistem kepemerintahan mulai dari pusat hingga ke daerah. Selain itu, konflik pascapilkada juga dapat dihindari.
"Namun partai juga harus membuat desain besar bagaimana mengatur hal tersebut," kata Wasekjen Partai Golkar tersebut.
DPR menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemilu serentak. Saat ini, DPR mulai membahas mengenai usulan pilkada serentak setelah pemilu 2019.
"Pilkada serentak akan dilakukan pada 2020. Mengikuti keputusan MK tentang pemilu serentak, maka Panja Pilkada mengusulkan untuk pilkada pun serentak dilakukan pascapemilu," kata Nurul Arifin, Jumat (24/1).
Menurutnya, pilkada serentak direncanakan digelar pada 2020. Meski pun prosedur demokrasi di Indonesia tidak menuntun pada nilai efisiensi.
"Mari kita pastikan sistem yang kita anut masuk akal, rasional dan tidak njlimet dan bertele-tele," paparnya.