REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Lebih dari 5.000 pengunjuk rasa berkumpul di Hibiya Park, Tokyo pada hari Sabtu (15/3) untuk menolak keinginan pemerintah yang berniat mengaktifkan kembali Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Ribuan orang di Tokyo telah bersatu menolak aktifnya kembali tenaga nuklir pasca gempa 9,0 SR yang mengguncang Jepang utara, pada Maret 2011. Para regulator sedang meninjau apakah akan menyetujui Kyushu Electric Power mengaktifkan kembali dua reaktor pembangkit listrik di Sendai.
Shinzo Abe, perdana menteri yang mendukung pengaktifan kembali tenaga nuklir menjabarkan teorinya. Jepang membutuhkan energi atom untuk kestabilan dan pertumbuhan ekonomi. Dan supaya semakin memperkuat posisi Jepang sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar ketiga di dunia.
Namun para pengunjuk rasa berpendapat bahwa negara dapat hidup tanpa tenaga nuklir seperti yang telah mereka lakukan selama beberapa bulan terakhir. Seperti yang diketahui bahwa Jepang rentan terhadap gempa bumi. “Kita harus serius berpikir tentang apakah tenaga nuklir adalah ide yang baik untuk Jepang," kata salah satu pengunjuk rasa, Masatoshi Harada.
Para pengunjuk rasa berpendapat bahwa saat ini merupakan kesempatan bagi Jepang untuk menjauhkan tenaga nuklir. "PLTN telah ditutup, jadi jangan katakan Jepang tidak bisa hidup tanpa energi nuklir," kata aktivis anti nuklir, Junichi Okano.
Gempa bumi yang terjadi pada tahun 2011, memicu tsunami dan menewaskan 15.884 orang dan menyebabkan 2.633 orang masih belum ditemukan. Sekitar 50 reaktor nuklir komersial secara bertahap telah ditutup sejak tahun 2011 dan tetap offline karena oposisi publik masih bersitegang tentang apakah PLTN akan diaktifkan atau tidak.