Rabu 02 Apr 2014 21:12 WIB

Bila Nego Satinah Mandek, Pemerintah Punya Formula Lain

Rep: wulan tunjung palupi/ Red: Taufik Rachman
Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung (kanan) bersama Politisi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka (kiri) memberi saweran untuk Selamatkan TKW Satinah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/2).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung (kanan) bersama Politisi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka (kiri) memberi saweran untuk Selamatkan TKW Satinah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/2).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kendati tenggat waktu pembayaran diyat mendekat, pemerintah mengaku sudah memiliki formula jika tidak tercapai kesepakatan dengan pihak keluarga.

Kepala Badan Nasional penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Gatot Abdullah Mansyur mengatakan kemungkinan tenggat waktu pembayaran tidak pada 3 April 2014.

"Insyaallah dengan perkembangannya, tidak 3 April tenggat waktu (pembayarannya). Mediasi masih berlangsung, saya belum bisa bilang," kata Gatot saat dihubungi, Rabu (2/4). Tim negosiasi Indonesia mengupayakan agar keluarga bekas majikan Satinah mau menerima uang diyat yang sudah disiapkan yakni 4 juta riyal atau mengundurkan waktu pembayaran.

Pihak pemerintah Indonesia juga memiliki formula lain agar keluarga mau mengundurkan batas waktu. "Kalau mereka masih menolak juga, kita masih punya mekanisme-mekanisme lain. Ada formula yang kita tawarkan dan ada campur tangan pihak kerajaan disitu," ujarnya.

Kantor kerajaan Arab Saudi, menurut Gatot, aktif dalam negosiasi dengan pihak keluarga. Kerajaan Saudi sebenarnya sudah memiliki patokan bahwa uang diyat minimal 400 ribu riyal, atau setara 200 ekor unta.

Dengan 'plafon' batas bawah itu, kerajaan mengimbau agar uang diyat tidak besar-besar, sekitar 500 ribu riyal. Namun dalam perkembangannya jumlah uang diyat dalam berbagai kasus besarannya jauh melampaui jumlah tersebut.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement