REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Warga di kawasan lokalisasi Dolly dan Jarak, Surabaya, mengibarkan ratusan bendera merah putih setengah tiang menjelang pelaksanaan penutupan lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara pada 18 Juni mendatang.
Anggota Front Pekerja Lapang (FPL) Apeng lokalisasi Dolly dan Jarak, di Surabaya, Senin (16/6), mengatakan pemasangan bendera setengah tiang ini dilakukan warga di lima RW Kelurahan Putat Jaya.
"Pemasangan bendera setengah tiang ini simbolis saja. Kami merasa kecewa dan berduka terhadap rencana penutupan yang tetap berjalan," katanya.
Menurut Apeng, sampai detik ini mediasi antara warga dengan Pemerintah Kota Surabaya belum terwujud. Terlebih adanya klaim pemerintah Kota Surabaya penutupan akan berjalan lancar tanpa kendala. "Itu versi mereka. Yang pasti kami tetap bertahan menolak," ujarnya.
Meski begitu, kata Apeng, upaya konfrontasi yang dilakukan belum akan ditunjukkan. Namun, jika Pemerintah Kota Surabaya mulai menunjukkan sikap arogansi, maka perlawanan akan terjadi.
Pendekatan dan realisasi dampak penutupan juga belum dirasakan warga. Justru, fakta yang terjadi pendekatan pemkot dilakukan di luar area lokalisasi, seperti di Gang Sombie, Gunung Keramat, Gang Makam yang berjarak sekitar satu kilometer dari lokalisasi.
"Harapannya nanti diklaim pro-penutupan, dan Risma sudah berhasil nutup. Itu yang dijadikan senjata mereka," kata Yanto salah seorang warga setempat.
Yanto sendiri berharap tidak terjadi pertikaian. Artinya, suasana kondusif di lokalisasi tetap terjaga. Tidak ada pemasangan atau penyegelan terkait resistensi menolak penutupan.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebelumnya mengatakan rencana perubahan wajah kawasan lokalisasi Dolly yakni dengan membangun sebuah gedung enam lantai.
"Lantai dasar bakal difungsikan sebagai sentra PKL, lantai dua untuk usaha makanan kering, lantai tiga dan empat khusus untuk perpustakaan dan komputer," katanya.