REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat pendidikan, Andreas Tambah meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk tidak tergesah-gesah melaksanakan ujian nasional (UN), dengan sistem online.
Ia menilai, jika dipaksakan bukan tidak mungkin UN secara online akan menimbulkan masalah baru. Menurutnya lebih baik Kemendikbud memperbaiki sistem pendidikan dan infrastruktur terlebih dahulu.
"Daripada, memaksakan pelaksanaan UN online dibeberapa sekolah dan nanti malah akan menimbulkan masalah yang besar," katanya kepada Republika, Rabu (11/2).
Andreas melanjutkan, jika Kemendikbud tetap ingin melaksanan UN online dibeberapa sekolah sebagai uji coba maupun sebagai perintis. Maka Kemendikbud harus menerapkannya secara adil dan merata di seluruh wilayah Indonesia.
Sehinggga, tidak hanya sekolah-sekolah bagus yang berlokasi di kota tetapi, sekolah-sekolah sederhana di daerah pinggiran dan terpencil juga dilaksanakan uji coba itu. Oleh karenanya, pemerintah harus memfasilitasi sarana dan prasarananya untuk sekolah-sekolah kecil itu, dari perlengkapan komputer hingga jaringan internet.
Ia mengatakan hanya dengan cara itu pelaksanaan uji coba UN online dapat dilakukan secara adil dan merata. Sehingga, seluruh perwakilan daerah pun merasakan dan tidak adanya diskriminasi sekolah lainnya.
"Uji coba yang dilakukan itu, jangan dilaksanakan pada UN yang sesungguhnya. Kalau terjadi kesalahan maka, akan menjadi masalah yang cukup besar, khusunya dalam masa depan pendidikan anak-anak," jelasnya.
Mengingat, seleksi masuk pendidikan menengah negeri masih menggunakan nilai UN sebagai penentu terima tidaknya pelajar itu. Dan, tentunya hal itu akan sangat berdampak pada psikologi pelajar ke depannya dan sistem jaringan masuk selanjutnya.
Andreas menegaskan pemerintah jangan coba-coba dalam pendidikan anak. Walaupun, sebenarnya program yang dicanangkan itu sangat bagus.
Tapi sebelum menerapkannya lebih baik Kemendikbud perhatikan dan perbaiki dahulu kurikulum, sistem pendidikan dan infrastruktur pendidikan saat ini. Melihat, hingga saat ini masih banyak polemik di lapangan.
"Jadi, Kemendikbud jangan hanya menuruti nafsu saja dan melupakan hal yang prinsip. Padahal, hal prinsip itu adalah hal yang terpenting, khususnya dalam sistem pendidikan," tegasnya.