REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo dinilai harus segera menyertakan surat resmi dalam membatalkan pelantikan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri. Surat resmi Presiden yang menyatakan menganulir pencalonan Budi Gunawan harus disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) disertai dengan uraian alasan-alasan terkait.
"Kesepakatan Presiden dan DPR atas batalnya pelantikan Budi Gunawan menurut saya tidak cukup dilakukan hanya dengan berjabat tangan saja," ujar Pemerhati Hukum Tata Negara, Said Salahudin dalam diskusi publik di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (18/2).
Menurutnya, berdasarkan surat presiden tersebut, DPR pun harus memberikan jawaban melalui surat resmi. Di dalam surat jawaban itu, DPR harus menyatakan secara tegas sikap yang akan diambil dalam penganuliran pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri.
"DPR dapat menyatakan persetujuan atas permohonan yang dilayangkan Presiden," kata dia.
Apabila presiden telah mendapatkan komitmen dari DPR dan memenuhi mekanisme formil itu, maka persoalannya akan selesai. Pembatalan pelantikan Budi Gunawan akan berlangsung mulus dan pengusulan Badroddin Haiti sebagai Kapolri baru pun akan lancar.
"Kalau presiden mengusulkan pembatalan tanpa masukan dari DPR, akan terlalu beresiko, sehingga harus ada komunikasi politik sebelumnya," jelasnya.
Siang tadi, Presiden Joko Widodo batal melantik Budi Gunawan (BG) sebagai Kapolri baru. Jokowi memilih mengusulkan nama baru, yaitu Komjen Badrodin Haiti sebagai calon Kapolri yang baru.