REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donald Fariz menilai wacana peningkatan dana untuk partai politik tidak rasional karena jumlahnya terlalu besar.
"Terlepas dari angka Rp1 triliun untuk seluruh parpol atau masing-masing parpol, jumlah itu tidak rasional dan terlalu besar," kata Donald Fariz di Kantor ICW, Jakarta, Kamis (12/3).
Donald membandingkan dana yang dikeluarkan negara untuk lembaga negara seperti Mahkamah Konstitusi (MK) dan lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) serta Komisi Yudisial (KY) tidak mencapai Rp1 triliun per tahunnya.
"KPK, KY dan Komnas HAM saja atau MK yang mengawal konstitusi anggarannya di bawah Rp1 triliun," ujar dia.
Ia juga meminta Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memberikan penjelasan lebih rinci mengenai wacana pemberian subsidi untuk parpol itu karena wacana itu menimbulkan multi tafsir. Wacana peningkatan subsidi Rp1 triliun untuk partai politik, ujar dia, dapat diartikan dana sejumlah itu dibagikan ke seluruh partai politik yang duduk di DPR serta dapat diartikan untuk masing-masing partai politik mendapatkan dana sejumlah Rp1 triliun.
Masalah lain dari wacana itu, kata dia, adalah dana parpol selama ini mengalami masalah dalam transparansi, ia mencontohkan ada dugaan uang korupsi kader parpol digunakan untuk aktivitas parpol. Selain itu adanya sumbangan kader partai yang duduk di kursi dewan pada partai juga tidak diketahui jumlah pastinya.
Ia melanjutkan, dana-dana tersebut mungkin hanya masuk ke pejabat-pejabat di partai dan tidak tercatat sehingga bermasalah dari segi legalitas dan transparansi. Menteri Dalam Negeri RI Tjahjo Kumolo sebelumnya menggulirkan wacana bahwa negara akan memberikan tambahan pendanaan bagi masing-masing partai politik sebesar Rp1 triliun per tahun yang bersumber dari APBN. Dana bantuan itu diberikan ketika kondisi bangsa sudah baik.