REPUBLIKA.CO.ID, SALGAR -- Tim penyelamat terus melakukan pencarian mayat dan membantu ratusan korban di lokasi longsor dan banjir, Selasa (19/5). Longsor terjadi dipicu oleh hujan lebat yang melanda kota Kolombia.
Bencana tersebut menghanyutkan rumah dan orang-orang pada Senin (18/5) kemarin menjelang fajar waktu setempat. Sedikitnya 58 orang tewas dalam bencana tersebut, namun pihak berwenang mengatakan jumlah pasti belum dapat ditentukan karena masih banyaknya korban hilang.
Dilansir AP, korban selamat mengaku terbangun dari tempat tidur mereka saat mendengar gemuruh keras dan teriakan para tetangga. Mereka mengaku hampir tidak memiliki cukup waktu untuk mengumpulkan orang-orang yang dicintai.
Korban selamat yang juga berprofesi sebagai pekerja konstruksi Diego Agudelo mengatakan terjangan air terjadi begitu cepat. Rumah dan jembatan hanyut ke jurang Libordiana. Begitu juga dengan bagian belakang rumahnya yang terbawa sungai.
Puluhan penyelamat yang dilengkapi dengan helikopter Black Hawk mengevakuasi warga di dekat jurang karena takut terjadi longsor susulan. Sebuah truk pemadam kebakaran juga sibuk mengangkut beberapa tubuh, kaki tanpa alas terlihat menggantung di truk yang terbuka itu.
Presiden Juan Manuel Santos segera melakukan perjalanan ke lokasi bencana untuk mengawasi distribusi bantuan. Ia meminta jasad yang ditemukan untuk dibawa ke Medellin guna diidentifikasi lebih lanjut.
Dalam kesempatan tersebut ia mengatakan, beberapa anak kehilangan orang tua mereka. Untuk itu, Santos berencana membangun kembali rumah-rumah yang hilang dan memberikan perlindungan juga bantuan bagi sekitar 500 korban bencana.
"Tidak ada yang bisa membawa kembali orang yang telah meninggal, tapi kami harus menangani bencana ini sebaik mungkin," ungkapnya dilansir AP.
Topografi Kolombia cukup kompleks. Wilayah ini terletak di daerah seismik aktif di tepi utara Andes, ditambah dengan konstruksi bangunan yang buruk membuat negara ini menjadi salah satu negara paling rawan bencana di Amerika Latin.
Menurut Inter-American Developmen Bank, lebih dari 150 bencana telah melanda negara itu selama 40 tahun terakhir. Bencana tersebut telah menewaskan 32 ribu jiwa dan mempengaruhi lebih dari 12 juta orang.
Tragedi di Salgar tampaknya menjadi yang paling mematikan sejak gempa di kota Armenia yang menewaskan ratusan orang pada 1999. Gelombang banjir yang terjadi selama musim hujan 2011 telah menewaskan lebih dari 100 orang.