REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bupati Morotai, Maluku Utara, Rusli Sibua memastikan tak memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka, Selasa (7/7). Dia beralasan, saat ini sedang mengajukan permohonan gugatan praperadilan atas penetapan tersangkanya.
"Klien kami sedang mengajukan praperadilan dan KPK harus menghormati proses hukum tersebut," kata kuasa hukum Rusli, Ahmad Rifai saat dikonfirmasi, Selasa (7/7).
Rusli hari ini dijadwalkan oleh lembaga antikorupsi itu untuk diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap sengketa pemilukada Kabupaten Morotai 2011 di Mahkamah Konstitusi (MK). Perkara ini merupakan pengembangan dari putusan perkara mantan ketua MK Akil Mochtar yang telah berkekuatan hukum tetap.
Surat perintah penyidikan (sprindik) untuk Rusli ditandatangani lima pimpinan KPK pada Kamis 25 Juni 2015. Rusli disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Rusli diketahui memenangkan sengketa pemilukada Kabupaten Morotai tahun 2011 di MK. Belakangan diketahui bahwa kemenangan Rusli didapat dari hasil penyuapan yang dilakukannya kepada Akil. Hal itu terungkap dalam sidang perkara Akil Mochtar di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta tahun lalu.
Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum KPK menyatakan bahwa Akil menerima Rp 2,989 miliar sebagai uang suap untuk memenangkan pasangan Rusli Sibua-Weni R. Paraisu dalam pilkada Morotai. Padahal, KPU Kabupaten Morotai menetapkan pasangan Arsad Sardan-Demianus Ice sebagai pemenang pilkada di kabupaten tersebut.
Rusli kemudian menunjuk Sahrin Hamid sebagai pengacaranya. Sahrin inilah yang kemudian sekaligus menjadi perantara suap antara Akil dan Rusli. Sahrin lalu menghubungi Akil terkait gigatan kliennya. Akil lalu meminta Sahrin agar menyampaikan ke Rusli mempersiapkan uang sebesar Rp 6 miliar untuk memenangkan sengketa di MK.
Sahrin menyampaikannya ke Rusli di Hotel Borobudur, Jakarta. Namun Rusli menyatakan hanya sanggup membayar Rp 3 miliar. Akil yang mengetahui informasi tersebut langsung meminta Sahrin agar menyerahkan uang itu ke kantor MK. Namun Sahrin tak berani.
Akhirnya Akil menyuruh Sahrin untuk menransfer uang tersebut ke rekening atas nama CV Ratu Samagat yang tak lain merupakan perusahaan milik istri Akil. Rusli lantas mengirim uang sejumlah Rp 2,989 miliar dalam tiga tahap.
Pada 20 Juni 2011, MK kemudian memutuskan untuk memenangkan Rusli-Weni. Dalam perkara suap sengketa pemilukada di berbagai daerah itu, Akil dinyatakan bersalah dan divonis seumur hidup oleh majelis hakim. Akil sudah divonis seumur hidup sesuai keputusan Mahkamah Agung pada Senin 23 Februari lalu.