REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un mendeklarasikan situasi keadaan perang sebagai puncak ketegangan tertinggi dengan Korea Selatan dalam beberapa tahun terakhir, pada Jumat (21/8). Ia memerintahkan pasukan militernya bersiap siaga untuk berperang kapan pun.
Deklarasi Korut muncul pasca kedua negara terlibat baku tembak artileri pada Kamis (20/8). Seoul mengatakan Korut menembakan puluhan misil setelah menuduhnya menyiarkan pesan propaganda di sepanjang perbatasan menggunakan pengeras suara. Korsel menyangkal dan membalas dengan menembakan artileri.
Menurut kantor berita Korut, KCNA, Kim meminta pasukannya untuk memasuki waktu siap perang dan operasi militer mulai Jumat malam. Kim juga mendesak Korsel membongkar pengeras suara hingga batas waktu Sabtu sore atau tindakan militer lanjutan akan segera dilakukan.
Pada Jumat, Korsel 'menerima' tantangan Korut. Mereka memperingatkan Korut harus berhenti mengancam atau akan menerima ganjaran keras. Korsel meningkatkan persiapan militernya ke level tertinggi. Juru bicara Joint Chiefs of Staff, Jeon Ha-kyu mengatakan dalam konferesi pers bahwa Korsel siap untuk mementahkan setiap provokasi.
Pyongyang menuduh pengeras suara tersebut menyebarkan propaganda anti Pyongyang selama hampir 11 tahun. Sementara Seoul bertekad untuk terus melanjutkan broadcast dan melawan dengan kekuatan penuh pada setiap provokasi Korut.
"Komando militer telah dilepaskan darurat untuk melakukan operasi menyerang fasilitas perang Korea Selatan jika selatan tidak berhenti mengoperasikannya," kata KCNA melaporkan.
Kantor berita Korsel Yonhap mengutip sumber anonim pemerintahan, melaporkan pada Jumat bahwa Korsel dan badan mata-mata AS mendeteksi pergerakan kendaraan yang membawa misil jarak menengah dan Scud jarak dekat dan siap untuk diluncurkan. Kementerian Pertahanan Korsel belum mengonfirmasi.
Meningkatnya ketegangan di semenanjung Korea ini membawa kekhawatiran bagi negara sekitar, termasuk Jepang. Menteri Luar Negeri Jepang, Yoshihide Suga mengatakan Jepang sangat mengkhawatirkan perkembangan terakhir di dua negara yang berseteru tersebut.
Jepang mendesak Korea Utara menghindari aksi provokatif. "Pemerintah sangat khawatir terkait potensi ekskalasi kekerasan di sana," kata dia dalam konferensi pers, dikutip Telegraph. Menurutnya, Jepang akan bekerja sama dengan beberapa negara seperti AS dan Korsel untuk mencegah konflik.
"Kami akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan dengan penuh kewaspadaan dan kedaruratan," kata Suga.
Menurut versi Korut, Korsel menembakan misil pada Kamis dan menghantam empat pos militer mereka. Meski tidak ada korban, ratusan pasukan terpaksa dievakuasi dari kota garis depan perbatasan.
Pesan propaganda tersebut menyebar dengan pengeras suara setelah Korsel menuduh Korut menanam granat di perbatasan yang mencederai pasukan Korsel. Korut menyangkalnya. Pengamat Korsel mengatakan siaran propaganda menjadi masalah sensitif bagi Pyongyang yang sering tidak terima akan kritik.
Siaran melalui pengeras suara juga merupakan kejahatan serius karena pemerintah tidak ingin pasukan dan penduduknya mendengar kritik dari luar. Selama ini Korut dituduh melanggar HAM, buruk secara ekonomi dan membawa kemiskinan bagi warganya.
Seoul mengatakan Korut meluncurkan tembakan yang dipercaya berasal dari senjata anti-pesawat pada Kamis dan menghantam perbatasan. Sekitar 20 menit kemudian tiga tembakan artileri mengenai bagian selatan zona demiliterisasi yang membagi dua Korea. Korsel merespon dengan puluhan artileri 155 mm.
Pada Kamis, sekitar 2.000 penduduk dievakuasi dari kota perbatasan, Yeoncheon setelah baku tembak. Namun pada Jumat, mereka pulang ke rumahnya masing-masing.
Kenaikan ketegangan ini membuat khawatir banyak pihak. Di Beijing, Duta besar Korut Kedutaan Besar Ji Jae Ryong mengatakan bahwa perang psikologis yang dilakukan Korsel melalui propagandanya telah melebihi batas toleransi. Direktur biro pengintaian umum militer Korut, Kim Yong Chol mengatakan bahwa pihaknya akan memberi hukuman untuk selatan.
Ia tidak menyebut hukuman apa yang akan diberikan. Ia hanya mengatakan bahwa saat ini keadaan sedang darurat untuk para diplomat dan militer Pyongyang. "Semua unit garis depan siap dan bersiaga penuh untuk perang," kata dia.