REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Densus 88 dinilai sebagai pasukan elite. Status tersebut tersemat dalam diri Densus 88 lantaran tiap anggotanya dilengkapi keahlian luar biasa seperti bela diri dan menembak di atas rata-rata.
Menimbang kemampuan Densus 88 tersebut, Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah merasa aneh jika pasukan itu kewalahan menangkap terduga teroris Siyono. "Masa menangkap terduga teroris yang tidak bersenjata bisa sebegitunya. Mereka tidak pantas disebut kelompok elite," kata Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak kepada Republika.co.id, Senin (28/3).
Apa yang dilakukan Densus 88, kata dia, tergolong dalam state terrorisme. Artinya, Densus 88 membasmi terorisme namun menebar teror baru.
Polri sempat menyebut Siyono adalah panglima di kelompok teroris yang diikutinya. Dahnil pun melihat hal tersebut sulit diungkap kebenarannya lantaran Siyono sudah meninggal dunia.
"Orang meninggal dituduh, ya tidak bisa jawab. Ini yang saya sebut mereka tidak profesional. Tuduhan panglima teroris tidak jelas dan merupakan pelanggaran HAM. Densus harus dievaluasi," kata Dahnil.
Dia khawatir tuduhan Siyono sebagai panglima teroris seolah melegalkan dan membuat kematian Siyono bukanlah masalah.